Tugumalang.id – Dua orang korban meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan akan menjalani proses autopsi pada Sabtu 5 November 2022 besok. Autopsi dilakukan untuk mencari penyebab kematian korban secara terang benderang. Aremania mengajak semua pihak untuk mengawal proses penting ini.
Proses autopsi dilakukan terhadap dua orang korban meninggal sepasang kakak adik bernama Natasya Debi Ramadani (16) dan Naila Debi Anggraini (13). Keduanya merupakan putri dari Devi Athok Yulfitri, warga Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Proses autopsi dilakukan di TPU yang berlokasi di Dusun Patuk, Desa Sukolila, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang. Jelang sehari sebelum autopsi, Sabtu (5/11/2022), sudah tampak dibangun terop untuk proses ekshumasi atau penggalian makam.
“Semua peralatan, serta sarpras yang dibutuhkan dalam proses autopsi telah kami siapkan. Kami selalu cek dan ricek untuk memastikan tidak ada alat yang kurang atau belum terpenuhi pada hari H,” ujar Kapolres Malang, AKBP Putu Kholis Aryana.
Pelaksanaan autopsi akan melibatkan enam ahli terdiri atas seorang dari Tim Kedokteran Kepolisian (Dokpol) dan lima dari Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dan universitas.
Dalam proses ekshumasi besok juga akan dikawal 250 personil Polres Malang untuk melakukan pengamanan agar proses autopsi berjalan lancar. Di sisi lain, Aremania juga mengajak seluruh pihak untuk mengawal independensi proses autopsi ini.
Sebelumnya, Aremania menuntut Polda Jatim bisa mengungkap penegakan hukum tragedi ini secara terang benderang. Namun, dalam penyusunan berkas perkara yang dibuat rupanya dinilai masih sepihak.
Aremania berharap dalam perkara ini ditambahkan penerapan Pasal 338 dan 340 KUHP (Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana), Pasal 351 atau 354 KUHP tentang perlindungan anak.
Tak hanya itu, Polda Jatim juga diminta menerapkan pasal 55 dan 56 KUHP agar dapat memunculkan tersangka lain pada peristiwa Tragedi Kanjuruhan itu. Ini mengingat kesaksian dari para saksi yang menyebut penembakan gas air mata lebih dari 6 orang hingga siapa pemberi instruksi penembakan tersebut.
Tuntutan ini disampaikan seiring proses penegakan hukum atas Tragedi Kanjuruhan yang hingga jelang 40 hari ini masih terkesan ditutup-tutupi. Aremania mendorong rekonstruksi ulang kejadian di lokasi TKP di Stadion Kanjuruhan, bukan di Surabaya.
Pendamping Hukum TGA, Anjar Yusky menuturkan sejak awal ingin rekonstruksi dilakukan di lokasi TKP. “Kami sudah keberatan untuk datang ke sana. Tapi rekonstruksi tetap berjalan. Dan hasilnya para tersangka tidak mengakui ada gas air mata ditembakkan ke arah tribun,” beber Anjar.
Artinya, berkas perkara yang dibuat tidak memenuhi prosedur sebagaimana yang diatur. Ketidakhadiran Aremania dalam proses rekonstruksi itu praktis memunculkan keterangan sepihak.
Padahal, fakta di lapangan, dari para saksi suporter hingga video yang beredar sudah menggambarkan secara gamblang apa yang terjadi di Stadion. “Kami minta Kejati Jatim untuk juga berperan mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi,” desaknya.
Selaih itu Polda Jatim juga harus melaksankan proses autopsi dan pemeriksaan luka atau visum et repretum sebagaimana diatur dalam pasal 133 dan pasal 135 KUHP. Urgensinya jelas, bahwa korban Tragedi Kanjuruhan ini memiliki luka beragam.
“Masing-masing kondisi ini harus diklasifikasi secara lengkap lewat autopsi maupun visum untuk mengetahui penyebabnya,” tegasnya.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A