Aqua Dwipayana*
Setiap melaksanakan Sharing Komunikasi dan Motivasi di berbagai tempat baik di dalam negeri maupun di luar negeri, kebiasaan saya selalu memberikan hadiah kepada yang hadir. Wujudnya beragam. Mulai dari uang, liburan ke sejumlah obyek wisata, hingga umrah.
Jumlah semua hadiah itu jika ditotal lumayan besar. Mencapai miliaran rupiah.
Rugikah saya memberikan semua hadiah itu? Sama sekali tidak. Malah saya merasa sangat beruntung karena bisa berbagi pada banyak orang.
Semua penerima hadiah termasuk keluarganya senang. Sebagian ada yang kaget. Sama sekali tidak percaya. Mengira hadiah buatnya main-main. Saya hanya bercanda.
Setelah mendapatkan hadiah itu baru percaya. Menyampaikan ucapan terima kasihnya berkali-kali. Meski saya selalu mengatakan agar ucapan itu dan rasa syukur kepada TUHAN, sebab semuanya dari Sang Pencipta.
Ibaratnya tukang pos, saya hanya menyampaikan hadiah itu. Jadi sebagai perantara. Pemilik semuanya adalah TUHAN.
Saya sengaja menyampaikan itu agar mereka sadar bahwa semua rejeki yang mereka terima dari TUHAN. Saya hanya dititipkan saja.
Tegas Tolak
Menariknya adalah berbagai reaksi para penerima hadiah. Selain senang, ada yang kesannya (maaf) tidak mensyukuri pemberian tersebut. Saya banyak belajar dari sikap mereka.
Tanpa menyebutkan nama mereka, saya ingin menceritakannya sebagai pengalaman. Paling tidak wujud syukur itu harus terus ditunjukkan. Bukan malah aji mumpung.
Ada seorang penerima hadiah liburan ke Bali, yang tanpa sungkan lewat WA minta ke saya agar hadiahnya diganti dengan umrah ke Tanah Suci Mekkah. Alasannya karena belum pernah ke sana dan ingin sekali mengunjungi rumah TUHAN tersebut.
Dengan tegas permintaannya saya tolak. Saya katakan kalau mau berangkat umrah silakan pakai uang sendiri. Hadiah dari saya adalah jalan-jalan ke Bali.
Ada juga yang saya beri hadiah ke Bali bersama pasangannya, minta tambahan agar anak-anaknya juga diijinkan ikut ke Pulau Dewata. Alasannya anak-anaknya masih kecil-kecil dan tidak ada yang menemani mereka di rumah.
Saya persilakan anak-anaknya ikut namun untuk akomodasi dan trasnportasinya bayar sendiri. Saya tidak menyediakan buat mereka.
Setelah saya menyampaikan itu, orang tersebut menyatakan tidak jadi membawa anak-anaknya. Akan berangkat suami istri.
Hargai Pemberinya
Paling banyak adalah meminta hadiah liburan ke berbagai obyek wisata tersebut diganti uang. Alasannya beragam. Mulai dari Covid-19, tidak ada waktu luang untuk jalan-jalan, hingga uangnya akan dipakai buat membayar hutangnya yang lumayan besar.
Dengan tegas saya menolak semua permintaan itu. Saya mengatakan ke mereka hadiahnya tidak dapat digantikan apapun. Mau diambil silakan. Kalau pun ngga dipakai bagi saya sama sekali tidak masalah.
Terpenting saya sudah punya niat memberikan hadiah tersebut. Selain itu, para penerimanya harusnya bersyukur karena dari puluhan orang hingga ratusan orang yang hadir di acara Sharing Komunikasi dan Motivasi tersebut, hanya beberapa orang saja yang dapat hadiah. Mereka termasuk di dalamnya.
Belajar dari semua pengalaman di atas adalah selalu syukuri hadiah yang diterima. Hargai pemberinya dengan menerima semua yang diberikan. Tidak minta ditukar sama yang lain.
Kebaikan seseorang jangan disalahgunakan. Akibatnya bisa fatal dan merugikan diri sendiri.
Saya sangat berterima kasih kepada TUHAN karena dari reaksi semua penerima hadiah itu saya banyak belajar. Paling utama makin bersyukur karena dapat membahagiakan banyak orang.
Semoga kita dapat selalu mensyukuri semua yang diperoleh. Sehingga rejeki yang diterima berkah dan mendapat tambahan dari TUHAN. Aamiin ya robbal aalamiin…
>>Dari Bogor menjelang buka puasa, saya ucapkan selamat belajar dari semua kejadian. Salam hormat buat keluarga. 17.45 19052021😃<<<
*Doktor Komunikasi, motivator nasional, penulis buku The Power of Silaturahim