Tugumalang.id – Suasana tempo dulu. Itulah kesan pertama saya saat tiba di Kayutangan Heritage, salah satu “wisata malam” warga Kota Malang. Lokasinya berada di jalan Basuki Rahmat, tidak jauh dari Balai Kota Malang dan Alun alun Kota Malang.
Kawasan yang masuk Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen, ini merupakan kampung tua peninggalan Belanda di Kota Malang. Jadi tempat ini sangat bersejarah tidak hanya bagi arek-arek Malang tetapi juga bagi Indonesia.
Dengan perasaan sangat gembira selama perjalanan, aku yang pergi bersama dengan teman-teman dari Solo, tidak sabar untuk melihat tempat itu secara langsung. Disambut gerimis sejuk, sesampainya di sana aku langsung menuju pintu masuk yang biasa disebut gapura yang tampak kuno.
Namun sangat menarik karena keunikan arsitekturnya yang masih dipertahankan sejak abad ke-13 yang ditandai dengan tulisan besar menggunakan ejaan lama “Kampoeng Heritage Kajoetangan”. Setalah bertemu dengan warga di sana ternyata aku tidak dikenakan tarif tiket masuk alias gratis, akan tetapi hanya membayar parkir saja senilai Rp2.000 saja per motor.
Bangunan Besejarah Menakjubkan
Hal pertama yang membuat mataku terpukau adalah bangunan-bangunannya tua nan bersejarah sisa-sisa kejayaan masa kolonial Belanda yang masih terjaga rapi. Penduduknya pun masih mempertahankan rumah-rumah mereka sehingga terbentuk konsep heritage ini.
Bangunan kuno yang paling menonjol yaitu balai pertemuan warga, bentuknya sangat unik membuatku ingin memasukinya. Setelah mencoba masuk ada seorang warga yang dengan senang hati menemani kunjungan kami di Kampung Kajoetangan sambil memberikan edukasi tentang atsitektur di sana.
Tidak lama kemudian aku berjalan jalan sambil menikmati malam yang indah dihiasi tiang lampu jalannya yang bersinar secukupnya. Model-model lampunya mirip seperti di kawasan Malioboro di Yogyakarta. Serta ada bola-bola batu juga.
Setelah takjub dengan suasana di setiap sudut kampungnya, aku dan teman-temanku tidak mau melewatkan momen langka bisa berkunjung di kampung ini. Aku mencari spot untuk foto seperti kebiasaan anak muda pada umumnya.
Abadikan Momen melalui Swafoto
Bagi kalian yang ingin hasil lebih memuaskan dan bisa dicetak, di sana juga ada banyak fotografer yang menawarkan jasa mereka dengan kisaran harga yang terjangkau mulai dari Rp 15 ribuan saja. Selain itu, aku juga melihat ada tempat persewaan kostum atau busana jadul, tanpa berpikir panjang aku sepertinya ingin tampil beda dan tampak seperti orang jaman dulu.
Setelah tanya harga sewanya bisa dibilang murah mulai dari Rp 25 ribuan saja Aku sudah bisa memakai busana ala putri kerajaan Belanda yang cantik itu. Tidak lama kemudian, setelah puas berswafoto perutku mulai berbunyi tanda sudah mulai lapar.
Melewati jalanan yang tersusun rapi dengan ornamen khas masa penjajahan aku menemukan beberapa kuliner yang menarik untuk dicoba. Salah satu ibu penjual dawet ireng yang juga warga asli Kampung Kajoetangan tiba-tiba menawariku untuk belajar membuat batik.
Sambil diiringi sajian musik lokal yang dimainkan beberapa pria di sudut rumah ibu penjual dawet ireng tadi, aku dengan perasaan senang sesaat berikutnya merasa terharu karena menerima sambutan hangat dan ramah dari warga atas kedatangan kami para pengunjung.
Tak terasa angin malam sudah cukup dingin menembus jaket kami karena waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Maklum Kota Malang kalau malam memang cukup dingin. Aku pun merasa cukup kunjungan hari ini ke kampung Kajoetangan.
Tidak ketinggalan, kami bertanya apakah ada sebuah toko atau gerai oleh-oleh yang bisa kami kunjungi untuk mendapatkan buah tangan sebagai kenang-kenangan untuk kami. Kami ditunjukkan toko pernah pernik hasil karya tangan dari warga di sana yang cukup beragam dan unik.
Mulai dari lukisan, gelang, hiasan dinding, gantungan kunci dan masih banyak lagi hasil kerajinan tangan mereka yang kreatif. Pada bagian terakhir kunjungan sambil berjalan menju arah keluar aku masih disuguhi dengan keindahan sungai di sekitar di kampung itu.
Sungainya bersih dan menyegarkan masih ditambah melihat anak-anak di sana yang asik bermain permainan tradisional menambah perasaan kagumku dengan kampung Kajoetangan ini. Suatu hari nanti aku akan kembali mengunjunginya lagi jika diberi kesempatan.
Penulis: Hanifa Safia (Magang)
Editor: Herlianto. A