Irham Thoriq*
Sarapan lontong sayur istimewa. Hidangan Pak Kuswiyoto, mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pegadaian saat saya berkunjung di kantornya akhir Agustus lalu.
Saya sampai ke kantor Kuswiyoto di Jakarta Selatan sekitar pukul 07.30 WIB. Kuswiyoto sudah ngantor pagi-pagi. Kesibukannya seperti tidak berkurang, meski sejak April lalu Kuswiyoto tidak lagi menjabat Dirut PT Pegadaian.
Tamu selalu ada di kantornya itu. Silih berganti. Gedung empat lantai itu adalah gedung milik Kuswiyoto sendiri. Dibuat kantor pribadi Kuswiyoto. Juga digunakan kantor istrinya yang merupakan pengusaha properti. Plus disewa oleh salah satu perbankan.
Kuswiyoto mempersilahkan saya duduk menghadap ruang terbuka. Sambil ngrokok, kopi, dan diakhiri dengan sarapan lontong sayur, kita ngobrol ngalor kidul.
Saya tentu tidak begitu akrab dengan Kuswiyoto. Sebelumnya, kita baru sekali bertemu saat Kuswiyoto berkunjung ke Kantor Tugu Media Group, di Jalan Dirgantara A1/12B, Kota Malang.
Kuswiyoto diajak oleh Dr Aqua Dwipayana, teman akrabnya yang juga pembina Tugu Media Group. Aqua punya jaringan berjibun. Dia adalah pakar Komunikasi dan Motivator Nasional.
Meski baru bertemu dua kali dengan Kuswiyoto, tapi saya belajar banyak dari Kuswiyoto yang terkenal rendah hati dan smart. Kuswiyoto adalah seorang bankir yang kurang lebih sudah 30 tahun berkarya. Sebelum menjadi Dirut Pegadaian, Kuswiyoto adalah salah satu Direktur di Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Banyak prestasi yang diraih Kuswiyoto selama memimpin Pegadaian. Diantaranya sebagai tokoh berpengaruh di ajang MAW Talk Awards (MTA) 2021 dan Indonesia Best CEO Award Employee’sChoice 2021 kategori Best CEO in Special Financing-General Category dari The Iconomics, sebuah media berpengaruh yang bermarkas di London, Inggris.
Tampaknya, banyak penghargaan lain yang diraih Kuswiyoto. Dua penghargaan itu yang muncul saja di halaman depan google, saat saya mengetik nama ‘Kuswiyoto’.”Sekitar tiga tahun lalu, saya pernah dapat penghargaan dengan Salman Subakat itu,” kata Kuswiyoto.
Dia menyebut nama Salman, setelah saya bercerita kalau di Jakarta saya mengikuti pelatihan Neuro-linguistic programming (NLP) berkat beasiswa dari Salman Subakat dan istrinya Mbak Dini.
Pria asli Kediri ini lantas bercerita soal keluarganya. Dia sembilan saudara. Dia anak bungsu. Sembilan orang itu, kata Kuswiyoto, rukunnya bukan main.”Sekitar tiga bulan sekali kami ngumpul,” katanya.
Rukun dengan saudara kandungnya itu, merupakan petuah dari orang tua Kuswiyoto yang berprofesi sebagai guru. Rukun dengan saudara kandung, juga cerminan sukses tidaknya orang, khususnya dalam hal komunikasi.
Sederhananya, jika dengan saudara kandung saja tidak akur, bagaimana komunikasi dengan orang lain. Yang Kuswiyoto juga syukuri, alhamdulillah semua saudaranya sekarang hidup berkecukupan. Bahkan, salah satu kakaknya, ada yang menjadi pengusaha properti papan atas di Jawa Timur.
Kuswiyoto juga mengingatkan agar kita bisa bekerja sesuai passion. Khususnya bagi pelaku start up (perusahaan rintisan), harus mempunyai passion.”Karena jika kita bekerja sesuai passion, maka kita akan bekerja seratus persen, tidak setengah-setengah,” kata pria dua orang anak ini.
Passion penting, tapi itu saja tidak cukup. Harus tidak boleh takut gagal. Tapi, kegagalan harus terukur.”Misalnya kita punya uang 100 juta, boleh gagal asal 50 juta saja, jadi meski gagal, kita tetap bisa makan,” kata Kuswiyoto sambil makan lontong sayur.
Dia mencontohkan istrinya yang juga seringkali gagal, dan ditipu orang di dunia properti. Meski Kuswiyoto adalah seorang bankir yang biasanya cukup berhati-hati, dia tak pernah menghalang-halangi istrinya usaha.
Bahkan, praktis Kuswiyoto sangat terbantu dengan aktivitas usaha istrinya itu.”Saya baru ngasih uang ke istri itu saat jadi kepala divisi, saat jadi staf tidak pernah ngasih, karena sudah cukup,” katanya.
Kuswiyoto juga mengingatkan agar kita semua bisa menjadi orang yang bermanfaat. Jangan menyusahkan orang lain. Kata dia, setidaknya ada dua jenis orang.
Pertama, orang yang kedatangan dan saat dia berkomunikasi dengan orang lain, bikin happy. Kedua, saat orang yang kedatangannya bikin susah. Misal, terus-terusan pinjam uang, dan hal-hal menyusahkan lainnya.
“Jadilah yang pertama, misal kalau kita telepon, pasti orang lain tidak enggan mengangkat karena bikin happy,” katanya.
Dalam membantu orang dengan tipe kedua, Kuswiyoto membatasi bantuannya hanya tiga kali. Dibatasi, karena kata dia, masih banyak orang lain yang perlu dibantu.
Asyik. Begitulah ngobrol dengan Kuswiyoto yang mengaku banyak mendapatkan keajaiban dari aktivitasnya suka memberi itu. Tapi, saya dibatasi waktu, harus segera ke lokasi pelatihan NLP.
Sayapun pamit. Yang membuat saya kaget dan juga tidak enak hati, Kuswiyoto mengantar saya hingga ke lantai satu. Sesampai di lantai satu, saya menyebut bahwa ojek online yang menjemput saya baru akan tiba 3-5 menit.
Saya menyebut itu, agar Kuswiyoto tidak lagi mengantar saya. Saya merasa terlalu dihormati. Tidak enak hati. Eh, ternyata Kuswiyoto tetap menunggu saya.”Tiga menit itu, cukup satu rokokan,” katanya sambil mengeluarkan rokok dan menyalakannya.
Tidak sampai tiga menit, jemputan saya tiba. Kuswiyoto masih berada di dekat saya sampai saya pergi. Dari dia, saya banyak belajar, terutama dalam hal menghormati tamu.
*Penulis adalah CEO Tugu Media Group
editor: jatmiko