LUMAJANG- Kesaksian salah seorang warga Dusun Sumbersari, Kampung Umbulan, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang melarikan diri dari kejaran lahar dingin Gunung Semeru.
“Saya lari gak bawa apa apa, cuma pakaian yang saya pakai sambil gendong anak saya yang nangis. Gak tau mobil siapa yang saya tumpangi, pokoknya bisa melarikan diri,” ucap Rosa, warga Dusun Sumbersari, Senin (6/12/2021).
Rosa menceritakan bahwa saat lahar dingin menerjang rumahnya. Dia tak menyangka lahar dingin Gunung Semeru memasuki permukimannya. Padahal menurutnya tak ada tanda tanda apapun sebelum Gunung Semeru erupsi.
“Saya lihat rumah saya pas lari itu lahar dingin mengalir deras masuk rumah. Informasinya sekarang rumah saya tinggal kelihatan atapnya saja,” ujarnya.
Rosa yang merupakan warga asal Wonosobo, Jawa Tengah itu mengaku trauma atas bencana alam tersebut. Dia berencana akan pulang kampung ke Wonosobo bersama suaminya yang merupakan warga Dusun Sumbersari, Kampung Umbulan, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo itu.
“Saya selama tinggal disini sudah 2 kali menemui Semeru erupsi. Setahun lalu juga ada lava, tapi gak sampai ke bawah. Kemarin itu sampai turun sama lahar dingin. Kami mikir kalau terbawa sama air kan langsung turun aja lewat sungai,” paparnya.
“Saya berpikir itu masih aman. Selang beberapa menit tiba tiba ada letusan, keluar asap tebal. Semua suruh lari. Saya lihat asap tebal mengepul hingga membuat cahaya gelap gulita,” imbuhnya.
Dia juga mengaku cemas saat suaminya hilang kontak selama dalam pelarian dari lahar dingin. Namun beruntung mereka bisa bertemu di posko pengungsian setelah sekitar 4 jam berpisah.
Kini dia harus menunggu semua kondisi kembali stabil di Posko Pengungsian SD 4 Supit Urang, Pronojiwo, Lumajang. Dia juga mengaku kesulitan tidur di posko pengungsian lantaran anaknya terus menangis sepanjang malam.
“Malam pertama di pengungsian sini itu anakku nangis terus. Tak kasih tahu kalau kita udah gak punya rumah lagi, jadi tidur sama ibu ibu. Tapi dia justru tambah nangis kencang,” katanya.
“Dia takut ada suara disel, disini kan listrik mati, jadi pakai disel. Mau gimana lagi, kami ngeluh ya semua warga disini mengalami hal yang sama. Saya kasian juga sama warga lain yang terganggu tangisan anak saya,” imbuhnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Jatmiko