Malang, Tugumalang.id -Salah satu tim peneliti dari Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang meraih hibah pendanaan dari Kemdikbudristek pada tahun 2023.
Penelitian Tesis Magister ini terdiri dari mahasiswa Magister Sosiologi UMM, Anggraito Wisnu Aji dengan didampingi Dosen Pembimbing Rachmad Kristiono Dwi Susilo, Ph.D dan Dr. Frida Kusumastuti.
Penelitian ini berjudul “Involusi Pemberdayaan Masyarakat dalam Penguatan Ekonomi Rumah Tangga Gelandangan dan Pengemis di Kampung Topeng, Kota Malang”. Penelitian dilatarbelakangi dari implementasi program Desaku Menanti Kementerian Sosial Republik Indonesia yang bertujuan untuk penanganan gelandangan dan pengemis yang ada di Indonesia, program ini juga diimplementasikan di Kota Malang.
Program Desaku Menanti di Kota Malang dilaksanakan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kota Malang melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) ‘Insan Sejahtera’.
“Topik penelitian ini diawali dengan keingintahuan dari ketidakberlanjutan program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan terhadap eks gelandangan dan pengemis di Kampung Topeng, Kota Malang.” Ujar Anggraito Wisnu Aji
Program Desaku Menanti di Kota Malang ini diimplementasikan untuk memberdayakan eks gelandangan dan pengemis di Kota Malang, ia juga menjelaskan, pemberdayaan eks gelandangan dan pengemis dilakukan melalui pendirian tempat wisata yang memiliki nama Wisata Kampung Topeng.
Kemudian eks gelandangan dan pengemis atau yang menjadi warga binaan di Kampung Topeng ini menjual makanan dan souvenir untuk pengunjung yang datang ke Kampung Topeng.
“Pemberdayaan masyarakat terhadap warga binaan di Kampung Topeng ini dilakukan ya melalui pembangunan Kampung Topeng itu, dari pembangunan tempat wisata Kampung Topeng, nanti kan warga binaan di Kampung Topeng bisa berjualan di situ, bisa berjualan souvenir atau makanan yang sasarannya pengunjung yang datang ke Kampung Topeng.” Lanjutnya.
Baca Juga: Prof Dr Tulus Winarsunu MSi, Gubes Pertama Vokasi UMM Teliti Mengapa Orang Irasional saat Mengambil Keputusan
Proses pemberdayaan dilakukan melalui beberapa tahapan, pertama Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang melakukan pendataan dari gelandangan dan pengemis yang terjaring razia di jalanan dan menawarkan tempat hunian ke mereka yang bisa ditempati tapi tidak diperbolehkan untuk dijual, dengan syarat mereka tidak boleh kembali lagi ke jalanan.
Sebanyak 80 gelandangan dan pengemis yang masuk ke dalam pendataan, dari 80 orang tersebut mereka dibawa ke Blitar untuk diberikan pelatihan keterampilan, dari 80 orang tersebut yang bertahan hanya 40 orang.
Tahapan selanjutnya memberikan modal. Tahapan selanjutnya memberikan pelatihan life skill atau memberikan pelatihan keterampilan kepada mereka. Tahapan selanjutnya hunian untuk warga binaan menggunakan lahan milik Pemerintah Kota Malang, dalam pembangunan hunian ini melibatkan stakholders seperti Dinas Pekerjaan Umum, Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) setempat serta warga binaan yang akan menempati hunian yang dibangun.
Tahapan selanjutnya yaitu penempatan warga binaan di Kampung Topeng. “Tahapan pemberdayaan terhadap eks gelandangan dan pengemis di Kampung Topeng ini melalui beberapa tahapan, pertama pendataan eks gelandangan dan pengemis, kedua pemberian modal, tahapan selanjutnya pelatihan life skill, keempat pembangunan hunian, dan kelima penempatan warga binaan di Kampung Topeng.” Ujarnya.
Ia juga menjelaskan, dalam program pemberdayaan masyarakat, terdapat kelengkapan sarana pemberadayaan.
“Ada kelengkapan sarana pemberdayaan di Kampung Topeng, yaitu gazebo yang digunakan warga binaan di Kampung Topeng untuk berjualan, bengkel kerja yang digunakan untuk memasak makanan dan membuat souvenir seperti topeng untuk dijual kepada pengunjung, galeri topeng, gazebo untuk pengunjung, wahana seperti outbond, flying fox, wahana bermain untuk anak-anak. Selain itu kelengkapan sarana pemberdayaan di Kampung Topeng itu berupa pelatihan keterampilan, penjualan dan pemasaran.” Lanjutnya.
Program pemberdayaan di Kampung Topeng mulai mengalami ketidakberlanjutan atau involusi ketika pendampingan dari Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang pada tahun 2019 terhadap warga binaan di Kampung Topeng dihentikan.
Alhasil sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 hanpir sebagian warga binaan di Kampung Topeng kembali lagi ke jalanan. Bentuk involusi pemberdayaan masyarakat di Kampung Topeng ini, yaitu berhentinya aktivitas wisata di Kampung Topeng dan berhentinya pelatihan memasak makanan dan membuat topeng.
Ia juga menambahkan bahwa terdapat dimensi-dimensi sosial yang menyebabkan involusi pemberdayaan masyarakat di Kampung Topeng dari sisi pelaksana pemberdayaan (Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang dan LKS ‘Insan Sejahtera’.
Pertama dimensi kebijakan. Dimensi kebijakan ini dapat dilihat dari pergantian Kepala Dinas P3AP2KB Kota Malang, kemudian karena ketidakberlanjutan penganggaran APBD ke program pemberdayaan di Kampung Topeng.
Kedua, karena dimensi Sumber Daya Manusia (SDM), SDM bidang di Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang yang menangani Kampung Topeng terbatas, kemudian pendampingan sosial dari pihak eksternal juga menurun secara kuantitas dan kualitas.
Ketiga, karena dimensi kolaborasi atau kerja sama, awal dilakukannya program pemberdayaan di Kampung Topeng, banyak kolaborasi atau kerja sama yang dilakukan Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang, seperti pihak kampus seperti Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, Ikatan Akuntan Indonesia, PT. PLN (Persero), Perusahaan Daerah Air Minum Kota Malang, Bank Indonesia, Bank Jatim, BPJS Kesehatan, dan BNI 46.
Namun sejak 2019 sampai dengan 2023 kolaborasi atau kerja sama tersebut mengalami penyusutan. Dimensi lain, yakni dimensi demografi, karena jarak yang jauh dari pusat kota menjadi salah satu dimensi yang menyebabkan involusi pemberdayaan masyarakat di Kampung Topeng.
Selain dari sisi pelaksana pemberdayaan Rachmad Kristiono Dwi Susilo, Ph.D dan Dr. Frida Kusumastuti menjelaskan penyebab involusi dari sisi sasaran pemberdayaan atau warga binaan di Kampung Topeng.
Rachmad Kristiono Dwi Susilo, Ph.D menjelaskan salah satu dimensi yang menyebabkan involusi pemberdayaan masyarakat karena dimensi budaya.
Baca Juga: Menelisik Konsepsi Aswaja, Pusat Studi Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat UB Gelar Bedah Buku ‘Menuju Aswaja Materialis’
“Dimensi budaya juga menjadi penyebab involusi pemberdayaan masyarakat di Kampung Topeng, karena budaya mereka yang (maaf) belum terbiasa untuk mencari uang dari usaha mereka, sehingga hampir sebagian warga binaan di Kampung Topeng kembali lagi ke jalanan.”
Dr. Frida Kusumastuti menambahkan, dimensi lain yang menyebabkan involusi pemnberdayaan di Kampung Topeng yaitu karena dimensi skill.
“Warga binaan yang belum memiliki skill pemasaran yang memadai sehingga produk yang mereka hasilkan tidak bisa dipasarkan oleh mereka secara mandiri, melainkan melalui bantuan Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang yang menawarkan kepada pihak kampus-kampus di Jawa Timur yang menjadi kenalan dari Kepala Dinas Sosial Kota Malang yang saat itu masih menjabat, Dr. Sri Wahyuningtyas. Namun ketika pendampingan pemberdayaan di Kampung Topeng diberhentikan, mereka tidak memiliki keahlian khusus untuk memasarkan produk yang mereka buat,” jelasnya.
Rachmad Kristiono Dwi Susilo, Ph.D juga menambahkan kolaborasi atau kerja sama dengan berbagai pihak menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat terlebih lagi untuk keberlanjutan pemberdayaan terhadap warga binaan di Kampung Topeng.
“Kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi hal yang penting dalam proses pelaksanaan pemberdayaan, hal ini seperti bekerja sama dengan perusahaan atau organisasi masyarakat agar bisa melanjutkan program pemberdayaan yang mengalami involusi.” Pungkasnya.(*)
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
editor: jatmiko