Kota Batu, Tugumalang.id – Setiap jelang peringatan HUT RI 17 Agustus, ada tradisi unik yang dilakukan warga Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Tradisi itu adalah tradisi ‘ngudek jenang’ atau mengaduk bubur jenang secara bersama-sama.
Tradisi ini dilakukan untuk memohon keselamatan kepada Sang Pencipta agar terhindar dari musibah baik penyakit maupun bencana. Di mata warga setempat, Jenang bukan sekedar makanan. Tetapi juga memiliki filosofi dan simbol yang diyakini sebagai doa, persatuan, harapan dan semangat.
Tradisi ngudek jenang ini juga dilakukan tiap ada acara hari tertentu, baik di acara pernikahan maupun hari raya. Tampak mereka berkumpul dan bersama-sama mengaduk adonan jenang di wajan besar.
Total ada 5 wajan besar berukuran sekira 1,3 meter ditempatkan di Lapangan Translok Dusun Wonorejo dalam rangka Metri Bumi Desa Tulungrejo. Kegiatan ini diikuti oleh 5 Dusun yakni Dusun Gondang, Kekep, Gerdu, Junggo dan Wonorejo dan 18 RW yang ada di Desa Tulungrejo.
Saking banyaknya adonan yang diaduk, maka untuk mempercepat waktu dan menghemat tenaga, maka pengadukan jenang ini dilakukan bergantian oleh tiap warga. Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai sampai ikut mencoba mengaduk jenang itu untuk pertama kalinya pada Minggu (6/8/2023).
Aries menjelaskan ternyata mengaduk jenang ini tidak mudah sehingga betul-betul diperlukan gotong-royong dan kebersamaan sehingga hasilnya bagus dan enak dimakan. “Ternyata berat juga, kalau tidak dilakukan bareng-bareng hasilnya tidak akan bagus dan enak,” tambahnya.
Dari situ, kata Aries, tradisi ngudek jenang ini punya makna filosofis yang sangat mendalam. Aries berharap tradisi Njenang Bareng terus dilestarikan untuk menjaga semangat persatuan masyarakat di desa.
“Tradisi ini perlu dilestarikan karena juga ada makna filosofisnya yang mengedepankan gotong-royong dan kebersamaan,” ungkapnya.
Dalam kegiatan itu juga dihadiri Khamim Tohari, Anggota DPRD Kota Batu, Perwakilan Forkopimda dan Suliono, Kepala Desa Tulungrejo. Sementara, Kepala Desa Tulungrejo, Suliono menuturkan jika tradisi ini adalah bentuk warga desa nguri-uri budaya. Selain keselamatan, juga untuk menjaga kerukunan warga desa.
BACA JUGA: Inilah Tradisi Ngudek Jenang Tolak Bala di Kota Batu
”Dan yang paling penting itu sekarang sebagai rasa syukur kepada Pencipta dan memohon selamat agar dijauhkan dari penyakit,” terannya pada awak media.
Dijelaskan Suliono, dari tradisi ngudek jenang ini punya filosofi kerukunan. Dimana seberat-beratnya adukan jenang, pasti akan menjadi ringan jika dilakukan bersama-sama.
“Ada filosofi dari ngudek jenang ini. Yakni seberat-berat mengaduk jenang itu, akan menjadi ringan, karena jenang itu harus dimatangkan dengan sekuat tenaga kita secara bersama. Dari situlah terciptanya guyub dan rukun,” tambahnya.
Adonan ini dibuat dari campuran tepung beras, tepung ketan, gula jawa, kelapa hingga jahe. Adonan ini ditempatkan di atas kompor atau pawon yang terbuat dari tanah liat.
“Nanti kalau jenang sudah matang, nanti dibungkus menggunakan daun pisang dan lalu akan dibagikan kepada semua warga untuk disantap bersama,” pungkasnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
reporter: ulul azmy
editor: jatmiko