Oleh: Mila Arinda*
Jarak yang memisahkan ragaku dengan mereka, tak membuat silaturahmi kami menjadi terputus. Ya, semenjak lulus kuliah, kami memutuskan untuk kembali ke kota masing-masing.
Aku mempunyai tiga sahabat perempuan yang sangat akrab, bahkan sudah ku menganggap seperti saudara sendiri. Saat kuliah dulu, kami sering menghabiskan waktu bersama, mulai dari kerja kelompok, hunting foto, makan, hingga tidur bareng. Seakan-akan kalau tidak ada mereka, rasanya hampa.
Di antara mereka, hanya aku yang menjadi anak rantau dan harus menyewa kos untuk tempat tinggal. Bahkan tempat kosku sudah seperti markas besar buat kami melakukan kegiatan di luar jam kuliah.
Kebersamaan selama tiga tahun itu bahkan membuat kami memiliki kesukaan yang sama, tak jarang tanpa disengaja kami pun mengenakan pakaian yang senada.
Hingga suatu momen, kelulusan tahun lalu membuat kami senang dan juga sedih. Senang karena kami sudah menyelesaikan kewajiban tamat kuliah tepat waktu, sedih karena kami harus berpisah dengan orang yang telah menemani dalam keadaan senang maupun sedih.
Aku harus kembali ke kampung halaman di Bojonegoro dan jauh dari mereka yang tinggal di Ibu Kota. Bahkan aku pernah berjanji pada diriku sendiri, suatu saat aku akan kembali mengunjungi ketiga sahabatku itu.
Namun setelah berpisah raga, silaturahmi kami tak terhenti sampai situ, kami tetap saling memberi kabar satu sama lain hingga saat ini. Kami biasanya mengadendakan pertemuan melalui video call setiap malam minggu. Rasa kangen akan terobati tentunya, meskipun hanya melihat wajah mereka di layar smart phone saja.
Saat silaturahmi, kami bergantian cerita tentang apa yang telah dilalui hari itu, mulai dari pekerjaan, keluarga, bahkan juga percintaan. Tak jarang mereka melakukan candaan mengenai penampilanku yang katanya berubah dari pada saat kuliah dulu.
Aku pun tak berani menimpali omongan mereka terlalu banyak, di samping sinyalnya yang kurang bagus, aku juga sedikit malu karena logatku sudah terlanjut ‘medok’. Berbeda ketika 3 tahun kuliah dulu yang harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.
Kadang kala, kami juga sering bertukar kado yang dikirim melalui jasa pengiriman paket. Hal itu membuat persahabatan kami semakin erat meski berjauhan.
Kalau pun boleh mengulang waktu, aku tak akan menyia-nyiakan kebersamaan dengan mereka. Bahkan aku akan mendengarkan dengan baik apapun yang mereka katakan. Katena kalau melihat kondisi saat ini, kami hanya bisa bertemu seminggu sekali, itu pun hanya melalui virtual. Namun semua harus dijalani dengan ikhlas untuk masa depan masing-masing dari kami menjadi lebih baik.
*Penulis merupakan wartawan Tugu Jatim ID.