MALANG, Tugumalang.id – Siapa sangka, botol bekas minuman atau selai bisa menjadi dekorasi yang mempercantik rumah. Melalui tangan lihai Maya Wima Linasti, botol-botol kaca yang sudah tidak terpakai bisa menjadi home decor yang unik.
Tak hanya botol kaca, Maya juga bisa melukis di media keramik seperti piring dan mangkuk serta kain dan anyaman. Dekorasi ini ia jual melalui UMKM miliknya, Diajeng Maya Art and Craft.
Pelanggannya pun tak kaleng-kaleng. Menurut Maya, banyak pejabat yang telah membeli produknya, baik untuk dipakai sendiri maupun untuk souvenir serah terima jabatan (sertijab).
Baca Juga: UMKM di Malang Belajar Strategi Optimalisasi Penjualan melalui Marketplace
“Kebanyakan untuk suvenir sertijab. Tapi ada juga yang pakai untuk pribadi. Baru-baru ini Kepala Pengadilan Bandung beli lima (kain lukis) untuk dibuat dress,” ujar Maya kepada Tugu Malang ID saat ditemui di galerinya di Kota Malang, beberapa waktu lalu.
Produk-produk Diajeng Maya dijual dengan harga beragam, tergantung tingkat kesulitan dan besar kecilnya lukisan. Produk paling murah dijual mulai harga Rp50 ribu, sementara produk yang tingkat kesulitannya tinggi bisa bernilai jutaan rupiah.
Diajeng Maya dimulai dengan ketidaksengajaan. Pada tahun 2015, Maya iseng-iseng mengikuti lomba souvenir. Di lomba tersebut, ia membuat souvenir berbentuk glass painting.
Baca Juga: Kenalkan UMKM Lokal, Event ‘Iki Malang Ker’ Pikat 3 Ribu Pengunjung
Meski masih baru mempelajari glass painting selama dua hari dan memiliki modal hanya Rp200 ribu, karyanya disukai oleh dewan juri. Ia pun memenangkan dua kategori, yaitu kategori keramik dan kategori favorit.
“Pembeli pertama saya itu Wali Kota Malang, waktu itu masih Abah Anton,” ujar Maya.
Hadiah dari lomba tersebut dengan total Rp6 juta menjadi modal awal Maya untuk memulai usaha kriya ini. “Setelah itu orderan suvenir-suvenir mulai banyak,” kata Maya.
Melukis sudah menjadi hobi Maya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Akan tetapi, orang tua Maya ingin ia menjadi insinyur atau dokter. Akhirnya, Maya berhenti menekuni lukis dan kuliah di jurusan teknik. Meski demikian, ia mengaku jiwanya masih ada di seni lukis, sehingga ia kembali melukis.
Ia mendapat inspirasi melukis di media gelas dari seniman bernama Lita. Ia memperhatikan bagaimana cara melukis di media gelas dan mengembangkan sendiri secara otodidak.
Di dalam memasarkan produknya, Maya menemukan sejumlah tantangan. Dikarenakan produknya memiliki nilai seni, harga yang dipatok pun cukup mahal sehingga segmen pembelinya adalah kalangan menengah ke atas. Di samping itu, masyarakat Malang lebih banyak menyukai kuliner dan fesyen dibandingkan dengan dekorasi rumah.
“Kebanyakan yang beli produk saya saat pameran itu turis. Kalau warga lokal jarang banget,” kata Maya.
Untuk mengakali agar produknya lebih diminati, Maya membuat tas lukis, kain lukis, hingga hijab lukis. “Pokoknya semua media saya coba. Tapi memang tetep pakemnya di lukis,” tuturnya.
Bersama Bank BRI, Maya juga memasarkan produk-produknya di Indonesian Mall. Pemasaran berbasis online ini membuat Maya banjir pesanan. Bahkan dalam sekali pemesanan, Maya bisa menjual hinggal 100 buah tas.
“Indonesian Mall ada di berbagai platform seperti Tokopedia, Blibli, dan sebagainya. Untuk ikut itu, ada kurasinya,” kata Maya.
Selain Indonesian Mall, Maya tidak menjual produknya di e-commerce. Ia hanya melakukan pemasaran di Instagram, Facebook, dan Whatsapp. Meski demikian, pemasaran yang ia lakukan cukup efektif karena banyak pesanan dari seluruh Indonesia, bahkan dari Amerika Serikat yang ia terima dari Instagram.
“Setiap hari saya melukis, tapi saya jarang sampai nyetok banyak. Soalnya setiap upload ada yang ambil (beli),” kata Maya.
Di saat pesanan sangat banyak dan Maya kewalahan, ia mengajak rekan-rekan sesama pelukis di Kota Malang untuk membantunya. Sebagian di antaranya merupakan murid Maya yang pernah belajar melukis.
Ia juga bercerita bahwa minat seni lukis di Malang ini masih rendah, baik minat melukis maupun membeli karya lukis. Ia berharap murid-murid yang pernah belajar lukis bisa terus mengembangkan kemampuannya.
“Malang ini peminatnya masih kurang bagus. Kalau pameran, minimal di Surabaya atau kota besar seperti Jakarta (baru laku banyak),” tutur Maya.
Untuk pembayaran dari pelanggan yang berasal dari luar kota, Maya menerima transfer Qris yang disediakan oleh Bank BRI. Untuk mengecek apakah dana sudah masuk atau belum, ia menggunakan aplikasi Brimo.
“Pembayaran biasanya lewat transfer, kadang pakai Qris juga. Kalau ada tamu yang ke sini, mereka ada yang pakai kartu juga, digesek pakai EDC (electronic data capture). Tapi kebanyakan sih pakai Qris sekarang,” ujar Maya.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
Editor: Herlianto. A