BATU – Sederet korban dugaan kekerasan seksual oleh pendiri sekolah SMA Selamat Pagi Indonesia (SMA SPI) di Kota Batu, Julianto Eka Putra terus bersuara. Kini, JE kembali dilaporkan para mantan muridnya atas dugaan tindakan asusila yang sama.
Total ada 5 orang berstatus sebagai saksi sekaligus korban melaporkan dugaan pelecehan seksual pada Senin (15/11/2021) ke Mapolres Batu. Mereka datang jauh-jauh dari Bali, Yogyakarta dan Malang untuk membuka tabir baru pelecehan seksual yang dilakukan JE selama ini.
Laporan ini bermula dari temuan Pos Pengaduan Masyarakat Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Batu. Ke lima saksi korban diduga mengakui pernah menjadi objek pelecehan seksual JE selama bersekolah di sana. Tidak menutup kemungkinan ada sederet korban lain yang masih bungkam.
Ketua LPA Kota Batu Fuad Dwiyono membeberkan kelima saksi korban juga adalah bagian dari 15 orang yang diperiksa Polda Jatim sebelumnya. Namun, hanya 1 orang saja yang ditetapkan sebagai korban dan pelapor.
Akhirnya, kelima orang ini mengadu ke LPA Kota Batu. ”Usai mendengar curhatan mereka, akhirnya kami kawal penuh untuk bersuara melaporkan kasusnya. Sekarang mereka sudah diperiksa dan di-BAP,” terang dia pada awak media.
Sebelumnya, Komnas PA mendesak Polda Jatim menjerat JE dengan Pasal 80, 81 dan 82 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, disitu polisi hanya menerapkan Pasal 80 saja.
Untuk menguatkan adanya pelanggaran Pasal 81 dan 82 oleh JE tersebut itulah kelima orang yang pernah melapor ke Polda Jatim itu melaporkan kembali kasusnya ke Polres Batu.
Diharapkan dari laporan ini semakin melengkapi dan memperkuat bukti tindakan asusila yang dilakukan JE selama ini. Diketahui, perkara ini sudah sempat dilimpahkan ke Kejati Provinsi Jawa Timur. Namun, dari segi pemberkasan dinilai belum lengkap.
”Padahal dari aduan yang kita terima, masih besar potensi tersangka untuk melakukan tindak asusila itu dimana saja. Ada yang di sekolah, ada pernah dilakukan di Surabaya dan Semarang,” beber Fuad.
Fuad menambahkan, pihaknya juga menemukan 2 orang korban yang selama ini belum pernah buka suara sama sekali sejak tabir ini mencuat. Menurut dia, keduanya adalah saksi kunci.
Namun, suara mereka terhalang kendala izin pihak keluarga yang tidak ingin kasus anaknya kembali diungkit. ”Harapan kami mereka turut buka suara untuk membantu mengungkap perkara ini. Pelaku kejahatan seksual tidak bisa dibenarkan dari segi manapun,” tegas dia.
Fuad menambahkan, Pos Pengaduan Masyarakat LPA Kota Batu akan terus dibuka, jika memang ada korban lain yang belu, berani angkat bersuara. ”Saya harap pemerintah ikut proaktif menangani kasus kekerasan seksual seperti ini, apalagi Kota Batu baru saja dapat penghargaan Kota Layak Anak,” harapnya.
Sebelumnya, Komnas PA telah menyiapkan 20 saksi unruk mendukung pengungkapan tabir kekerasan seksual yang dilakukan JEP sehingga vonis hukum pidana terhadap predator seksual itu bisa dijatuhkan seberat-beratnya.
Selain saksi, Komnas PA juga akan didampingi oleh 56 kuasa hukum yang akan mendampingi pelapor. Pihaknya berharap aparat berwajib bisa serius menangani kasus ini. Mengingat kasus kejahatan seksual merupakan tindak pidana khusus setara dengan tindak pidana terorisme ataupun korupsi.
Seperti diketahui, pendiri SMA SPI ini dilaporkan Komnas PA atas dugaan kekerasan seksual kepada muridnya sendiri. Alasannya, sedang memberikan motivasi. Selain itu, juga ada dugaan ekploitasi ekonomi karena mempekerjakan anak di bawah umur.
Dengan begitu, kronik kasus yang mencuat sejak awal tahun 2021 ini bisa berakhir. Dalam hal ini, Arist bersama para korban telah melakukan proses gelar perkara dengan menunjukkan sejumlah bukti kuat berupa kesaksian dari 14 korban, lengkap beserta bukti video.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Sujatmiko