Malang, Tugumalang.id – Penggunaan cerawat atau flare oleh sepasang pengantin prewedding dan tim Wedding Organizer diduga menimbulkan sejumlah kerugian dan dampak ekologis di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda diduga akibat flare tersebut hingga Minggu (10/9/2023) masih belum dapat dipadamkan. Diperkirakan ada sekitar 50 hektar lebih lahan di padang savana yang menjadi primadona di Bukit Teletubbies hangus terbakar.
Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar (BB) TNBTS, Septi Eka Wardhani menuturkan akibat kebakaran itu sejumlah vegetasi endemik dan habitat satwa di sana hangus terbakar. Padang savana di sana juga menjadi objek primadona pengunjung yang menjadi daya tarik utama.
Sejak kebakaran terjadi pada 6 September 2023, wisata menuju TNBTS kembali ditutup. Padahal, per 1 September 2023, wisata alam Gunung Bromo baru saja dibuka setelah memastikan karhutla di Gunung Semeru dipastikan padam.
BACA JUGA: Kok Bisa Rombongan Prewedding Biangnya Savana Bromo Terbakar Tak Miliki Ijin Masuk
Selama periode 5 hari beroperasi itu, TNBTS sudah mencatat angka kunjungan wisata mencapai 5.658 orang. Diantara jumlah itu ada 425 wisatawan mancanegara. Selama 5 hari itu pula, TNBTS sudah menerima pendapatan kunjungan mencapai Rp 171 juta lebih.
“Selain kerugian pendapatan, vegetasi endemik dan habitat satwa alami di sana juga terdampak akibat kebakaran ini,” ujar Septi dihubungi, Minggu (10/9/2023).
Agar tak ada kejadian serupa terulang, ke depannya diimbau masyarakat, pengunjung, dan pelaku jasa wisata menjaga kawasan BB TNBTS dari kebakaran hutan.
“Untuk tidak menyalakan api dan sejenisnya seperti petasan kembang api atau flare. Demi keselamatan bersama, jika menemukan titik api. segera melaporkan ke petugas,” imbaunya.
Sebelumnya, kebakaran terjadi diduga akibat penggunaan flare oleh rombongan pengantin prewedding. Salah satunya, manajer Wedding Organizer, Andrie Wibowo Eka Wardhana (41), warga Kabupaten Lumajang telah ditetapkan menjadi tersangka.
Andrie harus bertanggung jawab karena posisinya sebagai manajer Wedding Organizer (WO) yang disewa pasangan pengantin asal Surabaya yang melakukan prewedding dengan konsep flare di padang savana tersebut.
Diketahui pula, 6 rombongan wisatawan ini masuk ke wilayah konservasi dengan tujuan komersil tanpa mengantongi Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi). Pertanyaannya, kok bisa mereka masuk wilayah konservasi padahal untuk tujuan komersil.
“Mereka masuk sebagai wisatawan dengan membeli tiket online. Mereka tidak menyampaikan kepada petugas kami kalau mau prewedding,” ungkap Septi.
Dalam hal ini, menurut Septi dibutuhkan kejujuran dari masing-masing pengunjung untuk melakukan kegiatan apa. Dengan begitu, sejumlah resiko seperti membawa flare yang berpotensi menjadi sumber kebakaran itu bisa diminimalisir.
Menurut Septi, mengurus izin Simaksi sebenarnya mudah saja dengan mengurus izin di Kantor TNBTS Malang atau kantor seksi di sejumlah wilayah. Untuk biaya Simaksi seperti kegiatan prewedding dibandrol dengan harga Rp 250 ribu.
“Jadi memang dibutuhkan kejujuran agar risiko-risiko bisa diminimakisir. Untuk mengurus Simaksi bisa langsung datang ke Kantor kami di Malang atau di kantor-kantor sie kami,” tegasnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: ulul Azmy
editor: jatmiko