MALANG, Tugumalang – Seorang santri yang menimba ilmu di Pondok Pesantren An-Nur 2 Bululawang diduga menjadi korban penganiayaan temannya sendiri. Korban berinisal DFA (12) tersebut mengalami memar di kedua kelopak mata, benjol di bagian kepala, patah tulang hidung, dan lebam di beberapa bagian badannya.
Ayah korban, Abdul Aziz, mengatakan bahwa dugaan peristiwa penganiayaan tersebut terjadi pada Sabtu (26/11/2022) sekitar pukul 11.30 di sebuah ruang kelas. Terduga pelaku atau anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) merupakan teman korban yang berinisial RK (14).
Ia telah melaporkan kejadian ini ke Polres Malang. Pada Senin (2/1/2023) telah dilakukan proses diversi antara pihak pelapor maupun terlapor.
Untuk diketahui, diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari peradilan menjadi di luar peradilan. Diversi bisa dilakukan melalui musyawarah antara pihak anak, orang tua/wali, dan pihak-pihak terlibat lainnya melalui pendekatan keadilan restoratif.
Abdul mengetahui adanya dugaan penganiayaan tersebut dari istrinya yang kebetulan datang ke pondok di hari kejadian. Menurut Abdul, saat itu istrinya memiliki firasat yang tidak enak.
“Apabila istri saya tidak punya firasat jelek, ini tidak ada yang tahu kejadiannya. (Anak saya) sampai tergeletak, sampai berdarah dari hidung,” kata Abdul saat ditemui usai proses mediasi di Polres Malang, Senin (2/1/2023).
Mengetahui anaknya terluka, Abdul segera membawanya ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang. Ia juga meminta visum sebagai bukti dalam pelaporan ke polisi.
“(Anak saya) saya larikan ke sana (RSSA), kemudian saya bikin laporan polisi di sini (Polres Malan). Kemudian saya minta visum,” ujarnya.
Abdul menjelaskan bahwa anaknya menjadi korban penganiayaan diduga karena ia melaporkan RK yang bolos pelajaran. Namun, menurut Abdul, itu adalah fitnah.
“Karena yang bersangkutan (RK) tidak mau verifikasi itu benar dan tidak, maka setelah pelajaran sudah selesai, ditutuplah pintu kelas, dieksekusilah di situ. Dia naik ke meja, (anak saya) ditendang, dipukuli, diinjak-injak, sampai terkencing-kencing. Sampai memohon ampun dan seterusnya, tapi tidak dipedulikan. Setelah itu (anak saya) tergeletak, ditinggal,” papar Abdul.
Abdul mengaku bahwa RK telah meminta maaf dan ia pun sudah memaafkan. Akan tetapi, ia meminta proses hukum tetap berjalan.
“Secara kemanusiaan sudah saya maafkan. Tapi secara proses hukum (tetap berjalan), agar ada pertanggungjawaban pondok pesantren, yang bersangkutan (RK), dan orang tuanya,” tegas Abdul.
Terkait kasus ini, Kasat Reskrim Polres Malang, Iptu Wahyu Rizki Saputro mengatakan dari mediasi yang telah dilakukan, pihak terlapor berharap pihak pelapor memaafkan perbuatannya. Namun, seperti yang disebutkan di atas, pihak pelapor atau orang tua korban ingin proses hukum tetap berjalan.
“Tadi pada saat mediasi pihak pelapor berharap agar perkara ini tetap berlanjut sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” ujar Wahyu.
Hingga saat ini, polisi telah memeriksa sembilan orang korban baik dari saksi maupun pihak terlapor. Langkah selanjutnya yang akan ditempuh oleh kepolisian adalah melakukan gelar perkara dan menetapkan tersangka.
“Setelah penetapan tersangka tersebut, sesuai dengan prosedur, kami tetap akan melakukan diversi dengan mengundang kedua belah pihak baik dan instansi terkait,” pungkas Wahyu.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko