Oleh Erwin Kustiman*
Tak dinyana, kendati sudah berusaha untuk selalu menjaga protokol kesehatan dan kemana-mana menggunakan masker, pertahanan diri jebol juga. Tak menyangka bahwa saya kemudian terbukti terkena virus Covid-19.
Awalnya, gejala yang saya rasakan adalah badan meriang, suhu tubuh agak naik tapi masih pada kisaran “normal’, sedikit di atas 37 derajat Celcius. Gejala awal itu terjadi pada sekira 20 Juni 2021.
Gejala yang terasa adalah badan pegal dan lesu. Saya awalnya menyangka ini gejala tifus karena memang tidak disertai gejala demam tinggi atau pun sesak. Penciuman juga masih normal dan tidak mengalami gejala anosmia atau menghilangnya indera penciuman.
Beruntungnya, ketika mengalami gejala awal seperti itu, istri saya Dian Hendaryati, langsung melakukan protokol kesehatan yang ketat. Ia memang seorang yang disiplin dan menjaga betul kesehatan.
Kami segera tidur terpisah dan istri tak pernah lepas dari masker gandanya.
Istri juga kemudian memberikan asupan makanan sehat dan bergizi. Saya dimintanya untuk menghabiskan sup ceker ayam disertai sayuran yang dimasaknya hingga sepanci kecil.
Selama beberapa hari itu saya menghabiskan waktu di tempat tidur kecuali mau salat atau keperluan ke kamar kecil yang juga untungnya sudah disiapkan istri untuk saya gunakan sendiri. Istri memilih menggunakan kamar kecil yang satunya lagi. Yang membuat agak panik ternyata anak satu-satunya saya, Muhammad Satria (17 tahun) juga mengalami gejala tidak enak badan.
Setelah empat hari ternyata mulai muncul gejala batuk-batuk kecil dan ada sedikit sesak di dada saya. Maka, kemudian, atas saran istri saya akhirnya berobat ke klinik kesehatan, yang jaraknya cukup dekat meski harus menggunakan kendaraan bermotor. Anak, M Satria ketika diajak bareng ke dokter menolak dengan alasan tidak apa-apa hanya sedikit tidak enak badan saja.
Pada 25 Juni 2021 atau lima hari setelah gejala awal, saya pun memeriksakan diri ke Klinik Cipadung Medika dengan menyetir mobil sendiri. Saya tak menyangka sama sekali bahwa saya tengah mengalami gejala Covid-19 karena dalam pikiran kemungkinan ini gejala tifus.
Saat diperiksa dokter saya pun ditanya gejala dan akhirnya direkomandasikan untuk diperiksa darah untuk cek tifus dan swab antigen C-19. Biaya untuk semua Rp 350.000.
Saat menunggu hasil pemeriksaan selama setengah jam, saya mengalami mual dan badan yang sangat letih. Saya sempat ke kamar kecil dan mencoba muntah karena rasa mual tapi tidak keluar. Namun, setelahnya saya lumayan merasa agak lega.
Setelah setengah jam, tak dinyana dokter kemudian menunjukkan hasil pemeriksaan darah dan swab antigen. Untuk gejala tifus hasilnya negatif dan yang justru membuat terkejut adalah hasil swab antigen positif.
“Pak, Bapak ini hasil swab C-19 positif. Bapak harus menjalankan isolasi mandiri dan akan saya berikan beberapa obat untuk menjaga. Bapak jangan sampai bersentuhan fisik dengan siapapun selama 14 hari ke depan,” kata dokter tersebut sambil menyerahkan resep obat.
Obat-obatan yang diberikan adalah Cecyl Acetylcystein, Paracetamol, Tremenza, Dobrizol, serta vitamin. Belakangan kemudian saya tahu bahwa obat-obat itu adalah untuk menghilangkan dahak saat batuk, obat pegal dan demam, untuk pilek, dan lambung.
Bisa Tenang
Setelah hasil swab antigen positif saya segera berkomunikasi dengan istri yang kemudian juga menginformasikan kepada pengurus RT dan RW di lingkungan tempat tinggal kami, Komplek Griya Cempaka Arum Gedebage Kota Bandung. Oleh pengurus RW kemudian juga diarahkan ke Puskesmas setempat agar berkoordinasi.
Saya tidak berani masuk ke rumah untuk berjaga-jaga sambil terus berkomunikasi via WA dengan istri. Dari Puskesmas dapat informasi bahwa rumah singgah di bawah koordinasi mereka saat ini penuh sehingga tidak mungkin menampung saya.
Dalam kondisi itu, saya juga kemudian mencari-cari informasi ke beberapa kolega maupun melalui internet tentang kemungkinan mendapat tempat untuk isolasi. Sempat terpikir tempat kos dan bebarapa opsi.
Alhamdulillah saya kemudian mendapat informasi dari rekan di Radio PRFM News bahwa ada beberapa hotel yang memasarkan via WA sebagai tempat isolasi meski belum dilengkapi dengan adanya tenaga medis dan kelengkapan lainnya.
Akhirnya saya mencoba menghubungi pemasaran hotel tersebut dan memang mereka menawarkan program khusus isoman di lantai dan akses tersendiri terpisah dari lantai lainnya. Maka pada 25 Juni 2021 itu, saya segera mengontak istri untuk menyiapkan perlengkapan pakaian, alat mandi, dan lain-lain karena saya akan isoman di sebuah hotel di Kawasan Cihampelas Bandung.
Istri kemudian menyarankan agar anak kami, M Satria untuk ikut serta karena yang bersangkutan mulai mengalami gejala anosmia meski belum diswab.
Saya mengiyakan dan akhirnya bersama anak, kami berdua meninggalkan rumah diiringi lambaian tangan dan tangis istri yang meski khawatir tapi tidak mungkin kami menjalani isoman di rumah karena istri sendiri tidak mengalami gejala apa-apa.
Untuk tidak mengambil risiko, kami berdua yang bergejala harus menjalani isolasi mandiri. Beberapa tetangga juga melihat kami berdua mengendarai mobil dan melambaikan tangan sambil berteriak “sehat selalu Pak Erwin dan Raya (panggilan M Satria)”.
Sebelumnya saya dapat informasi bahwa untuk bisa mendapatkan akses ke tempat isolasi harus menunjukkan hasil PCR karena seringkali swab antigen tidak dipakai. Maka, kami berdua sebelum menuju hotel, menyempatkan diri melakukan tes PCR secara drive thru di depan BIP Jalan Merdeka. Tes PCR ini hasilnya bisa diperoleh kurang dari 24 jam dan karena pelaksanaan drive thru jadi lebih memudahkan karena mengurangi risiko kontak fisik.
Seusai tes PCR dan membeli makan siang juga dengan drive thru, kami pun beranjak ke Cihampelas menuju hotel karena badan yang lemas dan segera ingin berbaring di tempat tidur.
Alhamdulillah, dalam satu kamar di hotel isoman tersebut tersedia twin bed, sehingga saya bisa bersama anak. Namun, saya masih menyimpan kekhawatiran karena anak belum tes swab dan ketiadaan tenaga medis di hotel tersebut.
Untuk makan, kami juga masih harus pesan via go food karena hotel hanya menyediakan kamar.
Dalam situasi demikian, menjelang sore, tetangga kami yang kebetulan bekerja sebagai nakes di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berkenan mengunjungi kami berdua di hotel isoman dan memberikan pengarahan. Ia mendapat informasi dari istri bahwa saya dan anak memilih isoman sementara di hotel tersebut.
Tentu, beliau yang faham kesehatan, benar-benar menjalankan prokes dengan masker ganda, sarung tangan, dan hand sanitizer.
Ibu Petty, tetangga saya tersebut, kemudian melihat obat yang saya punya.
Menurut beliau sudah cukup dan hanya mengganti vitamin dengan opsi yang lebih bagus. Yang paling penting, Ibu Petty juga membawa cairan NaCL untuk membersihkan hidung dan kumur tenggorokan.
Beliau juga membawa lengkap dua suntikan larutan tersebut untuk saya dan anak. Ia juga membawa oximeter untuk mengukur saturasi oksigen. Batas normal saturasi O2 adalah 95-100.
Ketika diukur saturasi saya 94. “Pak hati-hati jangan sampai turun. Dalam masa kritis C-19, saturasi bisa turun cepat sehingga dapat menyebabkan sesak napas akut. Banyak cuci hidung dan bisa menghirup kayu putih atau frshcare lewat hidung agar napas lebih lega,” ungkapnya.
Anak saya pun diukur saturasi dan alhamdulillah angka yang tertera adalah 99 berarti bagus. Beliau kemudian pamit dan saya menyampaikan terima kasih yang sebesarnya. “Nanti untuk semua biaya obat dan perlengkapannya, kontak istri saja Bu,” kata saya diikuti anggukan Bu Petty yang kemudian menyarankan saya dan anak untuk isoman di Kompleks Secapa AD yang terletak di kawasan Hegarmanah, Kota Bandung.
“Nanti saya sampaikan ke sejawat saya tapi harus menunggu dulu. Di sana karena kompleks militer, isoman dalam bentuk barak tapi makanan serta tenaga medis tersedia lengkap,” ujarnya.
Sepeninggal Ibu Petty saya terus berpikir tidak mungkin kami berdua terus isoman di hotel tersebut. Selain karena untuk makan harus selalu memesan via Go Food, ketiadaan tenaga medis sangat mengkhawatirkan saya terutama akan kesehatan anak saya.
Saya kemudian terus mencari informasi dan mendapat kabar bahwa Gedung BPSDM di Kawasan Cipageran Kota Cimahi juga difungsikan sebagai tempat isolasi dengan fasilitas yang baik dan lengkap.
Dalam situasi demikian saya coba kontak Pak Daud Achmad, beliau adalah ketua harian Satgas Covid-19 provinsi Jabar. Saya mengenal beliau sejak beliau masih menjadi Humas Pemprov Jabar sekira awal tahun 2000 dan kini beliau sudah widyaiswara.
Alhamdulillah Pak Daud sangat baik dan antusias menjawab pertanyaan saya ihwal akses ikut isoman di BPSDM. Beliau meminta saya menyerahkan berkas hasil PCR saya dan anak serta KTP dan nomor kontak saya. “Tunggu dalam satu dua hari sampai ada kepastian tempat di BPSDM,” ujar beliau.
Saya berpikir ketersediaan tempat di BPSDM masih belum pasti apalagi dalam situasi ketika angka keterpaparan C-19 tinggi seperti saat ini. Ternyata dalam situasi demikian, saya dikontak oleh Pak Dr Aqua Dwipayana, Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional yang dikenal memiliki kepedulian sosial tinggi. Beliau kaget membaca pesan WA saya bahwa saya positif C-19.
“Mas Erwin jangan berpikir macam-macam, tenang saja serahkan semua kepada Allah SWT. Silakan kalau ada yang bisa saya bantu silakan sampaikan,” demikian beliau memberi pesan WA kepada saya.
Maka, saya pun kemudian mengontak beliau. Saya tahu bahwa Pak Aqua memiliki jejaring yang sangat luas, terutama di kalangan TNI dan Polri. Saya meminta bantuan Pak Aqua untuk kemungkinan membuka akses ke Secapa AD, kalau saya tidak mendapatkan tempat isoman di BPSDM.
Saya sampaikan kepada Pak Aqua, kalau nanti saya mengontak beliau mohon disampaikan kepada Komandan Secapa TNI AD Bapak Mayjen TNI Ferry Zein untuk bisa isolasi di tempat tersebut tapi masih menunggu kepastian tempat d BPSDM. Saya tahu Pak Ferry teman akrab Pak Aqua.
“Baik Mas Erwin, pilih mana tempat yang menurut Mas Erwin baik untuk Mas Erwin dan Satria. Silakan kalau ada apa-apa kontak saya. Yang penting Mas Erwin dan Satria senantiasa menjaga imun dan tidak berpikir yang berat-berat. Jangan mikirin negara, haha,” demikian disampaikan Pak Aqua sambil bercanda. Saya tahu bahwa beliau sengaja bercanda agar saya ikut gembira sehingga imun saya naik.
Setelah membaca pesan dan juga menerima telefon langsung dari beliau, saya akhirnya bisa tenang. Yang paling membuat saya khawatir sebetulnya adalah anak. Meski Satria tidak menunjukkan gejala berat tapi saya khawatir kalau tiba-tiba kondisinya menurun dan di hotel isoman ini tidak tersedia sarana medis,
saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya hanya terus berupaya menjaga asupan makanan saya dan anak, sehingga setiap tiba jam makan saya memesan makanan via Go Food dan juga bertanya menu apa yang diinginkannya agar perut saya dan Satria selalu terisi.
Pada Minggu, 27 Juni 2021 dini hari, hasil tes PCR kami berdua akhirnya selesai dan dikirim via WA. Ternyata memang kami berdua positif. Yang kami syukuri CT Value sebagai standar banyak tidaknya virus dalam tubuh ternyata sudah di atas 20 yang berarti telah menuju sembuh.
Hasil PCR segera saya teruskan kepada Ibu Petty agar disampaikan ke sejawatnya yang punya akses ke Secapa AD dan kepada Bapak Daud Achmad yang memiliki akses ke BPSDM. Namun, saya berbesar hati karena Pak Aqua yang juga punya akses kuat langsung kepada Komandan Secapa Pak Ferry sudah meminta saya untuk mengontak beliau kalau tidak ada kepastian ketersediaan tempat isoman yang terstandar medis.
Saya mempertimbangkan BPSDM karena khawatir dengan anak semoga bisa mendapat tempat isoman yang privat. Saya sendiri memilih di mana saja yang terpenting tersedia standar medis yakni kehadiran dokter dan nakes.
Tak Kuasa Menahan Haru
Alhamdulillah, pada Minggu, 27 Juni 2021 sore sekira pukul 16.30 muncul pesan WA dari Pak Daud Achmad. “Win segera ke BPSDM saat ini juga, hubungi dr Vini (beliau penanggung jawab Pusat Isoman BPSDM). Sok sing sehat deui,” demikian pesan Pak Daud yang artinya doa agar saya dan anak segera pulih dan sehat kembali.
Saya beranjak dari tempat tidur dan berkata kepada anak, “Alhamdulillah Kang kita dapat tempat di BPSDM. Ayo berkemas dan kita segera ke sana,” ujar saya.
Maka, kami pun segera berkemas membereskan semuanya, pakaian, obat, dan juga sisa makanan agar tidak ada sampah di kamar hotel. Setelah selesai berkemas, kami berdua segera menuju Cipageran Kota Cimahi menuju Gedung BPSDM.
Alhamdulillah, kami bisa membawa mobil sendiri ke sana. Setelah tiba di Gedung BPSDM mobilnya kami didisintekasi.
Menjelang magrib kami pun sampai. Di depan gerbang, saya lapor dan menyampaikan pesan bahwa kami sudah mendapat izin dari dr R Vini Adiani Dewi (penanggung jawab Pusat Isoman BPSDM). Mobil kami langsung disemprot disinfektan dan ditunjukkan arah menuju Gedung Tower B yang menjadi lokasi isoman.
Setibanya di Tower B, kami langsung diterima karena ternyata data nama kami sudah ada di petugas. Kunci mobil saya serahkan kepada petugas yang berpakaian APD lengkap.
Saya dan anak sambil membawa tas bawaan dan lain-lain kemudian masuk ke bilik disinfektan di depan pintu masuk Gedung Tower B yang sudah tertutup rapat semua. Kami diperiksa tensi dan suhu tubuh.
“Wah Bapak tensinya tinggi Pak, hati-hati ya Pak. Nanti saya kasih obat atau Bapak bawa sendiri,” ujar petugas medis yang menerima kami berdua.
Saya sampaikan bahwa obat penurun tensi Amplodiphine 5 gram tidak saya bawa sehingga petugas kemudian menjelaskan besok akan diberikan termasuk obat lainnya.
Kami berdua Alhamdulillah kemudian mendapat tempat di lantai 3. Kami pun diantar petugas yang berpakaian APD lengkap naik ke lantai 3 Gedung Tower B BPSDM Cipageran.
Saya mendapat kamar 329 sedangkan anak di 325. Terhalang beberapa kamar, tetapi bagus karena dengan demikian saya dan anak bisa fokus isolasi masing-masing dan tidak saling kontak fisik.
Kami juga diberikan seprai dan sarung bantal untuk kami pasang sendiri di kamar.
Alhamdulillah, kamar kami berdua sudah standar hotel. Ada tv ukuran besar juga meja dan kursi serta toilet di dalam meski untuk lantai 3 ini air panas buat mandi tidak sampai karena hanya bisa untuk lantai 1 dan 2.
Semua fasilitas ini sungguh kami syukuri dan kami juga mendapat nasi boks jatah makan malam karena kami masuk bertepatan dengan jadwal pembagian makan malam.
Seusai beres-beras, mandi dan salat, saya pun menyampaikan pesan satu-persatu. Kepada istri, saya mengabarkan bahwa Alhamdulillah kami berdua sudah sampai di Gedung BPSDM agar istri bisa tenang dan jangan sampai imunnya juga malah menurun.
Kemudian, pesan terima kasih saya sampaikan kepada Pak Daud dan petugas pemasaran hotel untuk menyampaikan info bahwa kami berdua sudah check out dari kamar sehingga kamar bisa segera disterilkan lagi.
Akhirnya, saya juga mennyampaikan pesan kepada Bapak Dr Aqua Dwipayana bahwa alhamdulillah kami berdua sudah mendapat tempat di BPSDM. Pak Aqua dengan gembira menerima pesan saya dan mengatakan alhamdulillah saya dan anak bisa mendapat tempat di BPSDM yang memiliki fasiltas lengkap sehingga bisa mempecepat proses penyembuhan saya dan anak dari virus C-19.
“Tolong Mas Erwin sampaikan alamat BPSDM dan petanya, insya Allah Pada Rabu, 30 Juni 2021 saya akan ke Bandung untuk memberikan Sharing Komunikasi dan Motivasi kepada ribuan prajurit di Secapa AD. Kalau Mas Erwin jadi isoman di Secapa AD saya pasti akan mendatangi Mas Erwin. Semoga sehat selalu Mas Erwin,” ungkap Pak Aqua Dwipayana dalam pesannya.
Tanpa dinyana, pada Rabu, 30 Juni 2021 bada Ashar, HP saya berdering dan di seberang terdengar suara yang tak asing bagi saya…..Pak Aqua Dwipayana! “Mas Erwin apa kabar? Saya ini sudah di Gedung Tower B BPSDM, saya tidak bisa masuk karena aksesnya tertutup dan tidak boleh masuk,” kata Pak Aqua.
“Siap baik Pak, saya segera turun ke bawah, wah saya tak mengira Bapak akan mengunjungi kami di sini,” ujar saya seraya segera turun menuju lantai 1 dengan lift.
Karena buru-buru saya tidak sempat mengajak anak yang berbeda kamar untuk sama-sama turun ke lobi lantai 1.
Setiba di lobi lantai 1, subhanallah, Pak Aqua Dwipayana ternyata sudah ada di depan pintu masuk yang terhalang bilik disinfektan. Saya lupa tidak membawa HP, sehingga tak sempat mengabadikan beliau yang dengan senyum khasnya membawa bingkisan parcel buah-buahan dan satu kantong kecil yang disimpannya ke dalam bilik disinfektan.
“Mas Erwin tolong ini buah-buahannya dimakan ya untuk meningkatkan imun dan stamina. Ini juga ada obat-obatan, silakan Mas Erwin lihat dan pelajari. Kalau perlu Satria juga diberikan ya terutama vitaminnya,” demikian disampaikan Pak Aqua di balik bilik disinfektan.
Saya yang saat itu bermasker tak kuasa menahan haru karena jauh-jauh dalam perjalanan pulang dari Secapa AD Hergarmanah menuju Bogor masih menyempatkan diri mengunjungi saya yang bukan siapa-siapa ke Gedung BPSDM di Kawasan Cipageran Kota Cimahi.
Namun, begitulah Pak Aqua Dwipayana, sosok yang punya akses dan jejaring luas hingga para pejabat dan petinggi baik sipil maupun militer, tapi tidak pernah alergi untuk berteman dan menjalin silaturahim dengan orang-orang kecil. Termasuk juga saya.
Setelah memberikan paket buah dan obat, Pak Aqua berpamitan dan kembali berpesan kepada saya untuk tidak banyak pikiran dan selalu berpikir positif. Dari kejauhan saya melihat beliau menuju kendaraannya yang sudah ditunggu oleh sopirnya.
Saya melihat beliau juga sempat menyerahkan tiga buku Trilogi The Power of Silaturahim (buku “super best seller” yang hasil penjualan semua bukunya dimanfaatkan untuk menjalankan program umrah gratis The Power of Silaturahim/POS yang sudah mengumrahkan gratis ratusan orang dan akan terus bertambah) kepada seorang perawat yang berjaga di depan Pos Medis di depan Gedung Tower B tempat para pasien C-19 menjalani isolasi mandiri.
Sangat Rendah Hati
Sekembalinya ke kamar, saya kemudian membuka bingkisan, terutama paket obat-obatan yang diberikan Pak Aqua. Subhanallah, setelah diperiksa ternyata sungguh lengkap obat-obatan yang diberikan oleh Pak Aqua.
Kesemuanya adalah obat-obat yang digunakan dokter untuk penyembuhan C-19 dan saat ini tidak bisa dengan mudah didapatkan di lapangan. Baik karena harganya yang melambung ataupun ketersediaan yang minim di apotek maupun toko obat. Bahkan, salah satu obat yang “kontroversial” yaitu Ivermectin juga ada dalam paket obat tersebut.
Padahal dari info yang saya lihat saat ini Ivermectin tidak lagi tersedia mudah dan kalaupun ada harganya sudah berkali lipat naik. Saya hanya bisa bersyukur dan memuji kebesaran Allah SWT dalam kondisi yang serba terbatas, saya masih mendapatkan obat-obatan tersebut melalui perantaraan Pak Aqua Dwipayana yang bahkan hadir langsung menemui saya. Selain obat juga terdapat banyak vitamin yang saya lihat di internet harganya rata-rata ratusan ribu yang kalau beli sendiri tentu akan sangat menguras kantong.
“Aslkm Pak Aqua yang baik, terima kasih banyak atas semua atensi dan kebaikan Bapak. Sampai Bapak sendiri menyempatkan datang ke tempat isolasi saya. Hanya Allah SWT semata yang bisa membalas semua budi baik Bapak kepada saya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan, berkah, dan kebaikannya kepada Bapak sekeluarga. Salam takzim selalu Pak🙏🙏🙏😊😊,” demikian pesan WA yang saya sampaikan kepada Pak Aqua setelah menerima dan melihat paket obat-obat tersebut.
“Siap Mas Erwin. Sama2 ya. Semoga cepat sembuh. Jika Mas Erwin berkenan tolong WA Pak Ventje (Suardana) menyampaikan terima kasih atas pemberian obat2n dari beliau. Sekaligus saling mendoakan karena beliau juga sedang kena Covid-19. Semoga Mas Erwin n ananda tercinta cepat sembuh. Aamiin ya robbal aalamiin… Makasih banyak Mas Erwin,” demikian pesan balasan WA dari Pak Aqua.
Beliau memang sangat rendah hati dan santun ketika berkomunikasi baik lisan maupun via teks dengan siapa saja.
Pak Ventje (Suardana) yang dimaksud Pak Aqua adalah pengusaha properti dengan aset triliunan. Beliau adalah pemilik Hotel Mercure Cikini Jakarta.
Pak Ventje bersahabat karib dengan Pak Aqua. Kedua orang ini memang sama-sama baik hati, rendah hati, dan sangat santun. Keduanya juga sama-sama memiliki kepedulian dan empati sosial yang tinggi.
Setelah menerima nomor kontak Pak Ventje, saya pun memberanikan diri mengirim pesan WA kepada Pak Ventje.
“Selamat malam. Pak Ventje Suardana yang budiman dan baik hati, saya sudah menerima paket kiriman obat-obatan C-19 dari Bapak Aqua Dwipayana tadi sore. Saya menjalani isolasi mandiri di BPSDM Jabar di Cimahi. Saya hanya bisa menghaturkan terima kasih atas semua kebaikan Bapak, hanya Tuhan Yang Mahakuasa yang bisa membalas semuanya. Semoga Bapak juga segera dipulihkan kembali kondisinya untuk terus menebar kebaikan. Salam hormat selalu dari saya, Erwin Kustiman🙏🙏🙏😊😊,” kata saya dalam pesan WA.
Tak dinyana, pesan saya segera direspons oleh Pak Ventje. Padahal, beliau barangkali tidak kenal saya tapi sungguh respons beliau menjadi penanda bahwa Pak Ventje adalah sosok orang kaya yang tidak sombong dan sebaliknya sangat santun, rendah hati dan memiliki lepedulian yang tinggi pada sesama.
“Selamat sore Pak Erwin Kustiman yang baik. Sama2. Terima kasih Pak Erwin. Kebetulan saya juga terpapar dan isoman di rumah. Saat ini dipantau oleh rekan saya yg seorang dokter. Kita saling mendoakan ya Pak Erwin agar kita semua dapat diberikan kesembuhan oleh Tuhan YME. Terpenting Pak Erwin kita tidak boleh stress. kita jalani hari demi hari. Semoga akhirnya kita semua bisa disembuhkan. Terima kasih Pak Erwin. Saya hanya bisa mendoakan semoga Bapak dan putra Bapak cepat sembuh dan kembali sehat seperti sediakala🙏🙏🙏,” begitu disampaikan Pak Ventje Suardana.
Pada akhirnya, alhamdulillah saya dan putra saya M Satria, menyelesaikan isolasi selama 11 hari. Selama itu pula kepulihan saya juga didukung oleh pemberian obat dan vitamin dari Pak Aqua yang diberikan oleh Pak Ventje.
Alhamdulillah, beberapa kali saya juga mendapat kiriman paket baik makanan dan perlengkapan lain dari istri, sahabat, maupun rekan-rekan lainnya. Atasan saya di Pikiran Rakyat, Pak Januar P Ruswita yang pernah mengalami C-19 juga berkenan mengirim paket obat herbal untuk menaikkan imun tubuh. Hal sama dilakukan Ibu Deti, adik beliau, yang memberikan paket makan siang untuk saya dan anak.
Kesemuanya sungguh membesarkan hati dan turut mempercepat kepulihan saya. Tidak hanya menjadi dukungan fisik tapi juga terutama mental karena atensi semacam itu penting untuk semakin membesarkan dan menenangkan hati pasien C-19.
Dari pengalaman saya mendapat ujian terkena virus C-19, saya semakin yakin bahwa memang silaturahim menjadi sarana paling penting dalam berkehidupan. Saat situasi krisis dan serba terbatas, ternyata uang bukan segalanya.
Banyak orang kaya tapi kemudian tetap tidak bisa mendapat akses pengobatan karena berbagai keterbatasan. Apalagi bagi mereka yang tidak berpunya dan juga tidak memiliki akses dan jejaring yang cukup.
Dalam situasi demikian, solidaritas sosial di dalam masyarakat menjadi sangat berharga. Negara dan pemerintah pastilah punya keterbatasan. Masyarakat harus secara mandiri bisa melakukan pemberdayaan yang kuncinya adalah kepekaan, kepedulian, dan solidaritas sosial.
Kesemuanya dapat dijalin dalam jahitan silaturahim yang kuat dan berkesinambungan sebagaimana dilakukan, diserukan, dan dipraktikkan secara terus-menerus oleh sosok seperti Pak Dr Aqua Dwipayana. Semoga solidaritas sosial itu dapat semakin terjalin melalui silaturahim yang selalu terjaga. Aamiin ya robbal aalamiin…
Dari pengalaman mengalami positif C-19 itu juga saya berkeyakinan bahwa ikhtiar dan doa adalah dua sisi mata uang yang harus selalu dilakukan bersamaan. Kita terus menerus berdoa kepada Yang Mahakuasa disertai ikhtiar dan usaha menjaga kesehatan.
Alhamdulillah, gejala yang saya alami masih dalam kategori sedang-ringan. Ini barangkali karena saya juga sudah mendapat dua kali vaksinasi. Demikian juga istri yang sudah dua kali vaksinasi dan alhamdulillah negatif.
Ikhtiar secara medis dan spiritual adalah keniscayaan dalam situasi krisis seperti saat ini. Yang juga terpenting adalah silaturahim kepada siapapun, solidaritas sosial, dan sikap mau saling membantu sudah terbukti menjadi salah satu mata rantai pemutus pandemi ini. Doa saya untuk kesehatan dan keberkahan semuanya. Jazakallah khairan katsira.*
*Dosen Tetap Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Pasundan Bandung, Mantan Wapemred HU Pikiran Rakyat Bandung. Jawa Barat.