Oleh: Masbahur Roziqi*
SEKOLAH telah kembali dimulai usai libur panjang lebaran. Para siswa telah selama seminggu ini beraktivitas di sekolah. Demikian pula para guru. Sosok guru menjadi pendamping dan membersamai siswa dalam kehidupan persekolahan.
Momen kembali ke sekolah menjadi bagian penguatan pondasi guru. Kembali ke fitrah sebagai sosok guru seutuhnya. Mereset ulang ikhtiar profesi dengan segenap pribadi yang termaktub dalam diri guru. Seperti apa bentuk konsep kembali ke fitrah guru?
Sebelum itu, realitas menunjukkan guru beberapa kali melakukan kekerasan dan mengalami kekerasan kepada dan oleh siswa. Salah satu pemicu munculnya fenomena tersebut yakni belum maksimalnya pemenuhan kompetensi pribadi guru.
Kesan belum mampunya guru memenuhi kompetensi pribadi ini dapat meruntuhkan asumsi dan keyakinan sebagian besar masyarakat jika guru merupakan teladan bagi siswa. Berdasarkan itu pula, kompetensi kepribadian juga secara tidak langsung akan berhubungan dengan kelelahan guru/burnout guru serta kondisi-kondisi negatif lainnya.
Hal itulah yang mendesak untuk segera dipenuhinya kompetensi kepribadian guru sebagai bentuk kembalinya fitrah guru melalui landasan momen idul fitri ini.
Penulis menggunakan konsep kembali ke fitrah guru dari sisi kompetensi kepribadian. Tapi dalam hal ini bukan kompetensi kepribadian versi pemerintah daerah atau pemerintah pusat, melainkan berdasarkan elaborasi hasil riset beberapa ilmuwan.
Baca Juga: Cocok Buat yang Ingin jadi Guru!, Rekomendasi Kampus di Malang dengan Jurusan PGSD
Hidayah dkk (2023) dalam penelitiannya mengenai asesmen kepribadian ideal guru berdasarkan perpsektif siswa, merumuskan empat kepribadian ideal seorang guru. Idealitas ini dirumuskan berdasarkan metode penelitian kuantitatif desain survei terhadap 240 siswa di seluruh Jawa Timur.
Hasilnya para siswa sangat mengharapkan guru memiliki empat kepribadian dalam menjalankan perannya sebagai guru. Temuan ini dapat dikatakan berkonsep bottom up atau berdasarkan suara para siswa.
Sehingga pengembangannya dalam diri guru berdasarkan suara siswa. Tentu ini akan lebih mengena secara empiris karena telah tervalidasi melalui kerja-kerja ilmiah.
Pertama, caring atau perhatian. Pribadi penuh perhatian menjadi harapan bagi para siswa terhadap karakter pribadi guru. Bisa dikatakan perhatian atau caring ini merupakan rasa empati yang tumbuh secara spontan melalui kegiatan membantu, menolong, dan mendukung siswa dengan penuh perhatian.
Pada beberapa penelitian sebelumnya kompetensi kepribadian perhatian atau caring ini direalisasikan melalui tiga komponen, yaitu afektif, psikomotor, dan kognitif.
Guru yang memiliki kompetensi kepribadian perhatian ini dapat menyediakan dukungan sosial bagi perkembangan diri siswa. Dukungan ini berasal dari keterampilan sosial dan emosional guru yang dilandasi kompetensi pribadi perhatian ini.
Kedua, humble atau rendah hati. Kepribadian rendah hati menjadi harapan esensial bagi siswa. Rendah hati berarti keterampilan guru untuk memahami batasan dirinya, tidak menjadi sombong, mengetahui kelemahan dan kelebihan diri dan orang lain, dan tidak merasa terlalu puas diri atau senang diri.
Guru yang memiliki kepribadian humble atau rendah hati melakukan sesuatu secara proporsional. Menghindari berlebihan dan sangat kurang dalam melakukan sesuatu. Kepribadian rendah hati ini dapat menguatkan kemerdekaan belajar para siswa.
Hal ini karena siswa dapat mencegah guru memunculkan perilaku negatif mendominasi seperti merasa benar sendiri, mudah menyalahkan siswa, dan selalu menoleransi kesalahan siswa. Kepribadian rendah hati juga menghindarkan guru dari kesalahpahaman siswa. Ini penting karena berpengaruh terhadap kedekatan emosional antara siswa dan guru.
Ketiga, responsible atau bertanggung jawab. Kepribadian bertanggung jawab berarti satunya perkataan dan perbuatan dan kesiapan menerima resiko atas apa yang telah dikatakan dan atau dilakukan oleh guru. Konsistensi ini penting sebagai pondasi guru mendaptkan kepercayaan siswa.
Tanggung jawab mampu menuntun guru untuk mendampingi siswa menjalani kehidupan sekolah dengan segala dinamikanya. Bekerja semaksimal mungkin bersama pilar lain seperti orang tua, komite, tenaga administrasi sekolah dan masyarakat sekitar untuk mewujudkan lingkungan aman bagi siswa.
Tanggung jawab juga harus menjadi bagian dari kompetensi pribadi guru sehingga guru dapat melaksanakan tugasnya dengan profesional. Sesuai koridor etik profesionalitasnya. Kepribadian penuh tanggung jawab guru harus diimplementasikan tidak hanya dalam ruang kelas melainkan juga di luar ruang kelas.
Adanya kompetensi pribadi bertanggung jawab ini juga diharapkan dapat mencegah guru melakukan tindakan terlarang terhadap siswa. Seperti kekerasan fisik, verbal, bahkan kekerasan seksual.
Tingginya harapan siswa terhadap pentingnya guru memiliki keprbadian bertanggung jawab, perlu guru hadirkan dalam diri untuk memenuhi pemenuhan kualitas pendidikan.
Keempat, patience atau sabar. Salah satu kompetensi pribadi yang diharapkan sangat perlu ada pada guru adalah kesabaran. Guru yang sabar menjadi harapan siswa untuk selalu ada membersamai mereka di sekolah.
Kesabaran guru terlihat dari keterampilan pengelolaan emosi dalam menghadapi berbagai stimulasi atau rangsangan dari lingkungan. Terutama dalam stimulasi interaksi bersama siswa. Kepribadian ini juga dapat terlihat dari refleks atau reaksi guru terhadap kondisi lapangan dan stimulasi interaksi dengan siswa.
Pada beberapa kasus, pengelolaan emosi yang tidak terarah atau gagal mengelola emosi dengan lebih positif, membuat munculnya kemarahan berlebihan, tidak terkontrol, kekerasan, bahkan perundungan terhadap siswa.
Kepribadian sabar menunjukkan kedewasaan dalam interaksi sosial. Kesabaran yang dapat bapak ibu guru tunjukkan juga cenderung menjadi model karakter bagi siswa.
Empat kepribadian tersebut menunjukkan identitas seorang guru. Termasuk bisa dikatakan fitrahnya seorang guru. Guru perlu untuk menumbuhkan empat kepribadian ini dalam dirinya.
Ikhtiar kembali ke fitrah ini dapat menjadi sebuah upaya menguatkan jati diri guru dalam meningkatkan kualitas generasi muda, khususnya dalam pendidikan formal. Kepribadian guru yang sesuai harapan siswa dapat memicu sebuah hubungan emosional yang positif antara guru dan siswa.
Hubungan yang baik akan menguatkan keterlibatan guru dan siswa. Dampaknya, layanan pembelajaran serta layanan bimbingan dan konseling dapat guru laksanakan dan sediakan dengan lebih optimal.(*)
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
* Mahasiswa S2 Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang – Guru Bimbingan dan Konseling SMAN 1 Kraksaan Kab. Probolinggo).*
editor: jatmiko