MALANG – Entah apa yang ada di pikiran RPR, 16, pelajar salah satu SMA di Kota Malang. Ia tega menjual teman perempuannya pada lelaki hidung belang.
Korban juga masih di bawah umur yaitu AEA, 15, siswa SMA asal Sukun, Kota Malang.
Pelaku yang tinggal di Sukun, Kota Malang ini mengatakan jika terpikirkan ide ini karena sering bercanda mengenai bisnis esek-esek bersama teman-temannya.
“Kepikiran ini pertama dari bercandaan teman-teman nongkrong,” terangnya saat pers conference di Mapolres Malang pada Kamis (04/02/2021).
Terpikir itu merupakan ide yang menarik, ia menawarkan kerja sama dengan beberapa teman perempuannya, tapi sayangnya teman perempuan tersebut menolak. Bukannya berhenti, pelaku terus gigih mencari korban-korban lainnya.
“Waktu pertama kali itu saya bilang ke teman saya apa dia mau ikut saya gini-gini (bisnis prostitusi), pertama teman saya gak bisa, lalu saya kenal dengan teman satunya, AEA. Jadi, saya transaksinya sama teman saya satunya,” ungkapnya.
Cara pelaku menjalankan bisnisnya terbilang cukup rapi. Pasalnya ia sampai menyiapkan akomodasi hotel lengkap dengan perempuan kepada para pelanggannya. Ia mengungkapkan belajar hal tersebut dari media sosial.
“Pertama saya coba lihat komentar-komentar orang di group Facebook, kemudian lanjut ke inbox buat tanya-tanya gimana caranya. Saya ikut group Facebook Info Cewek Kota Malang, di sana isinya orang-orang jualan kayak gitu,” bebernya.
Kepada para pelanggannya, ia membanderol teman perempuannya seharga Rp 700 ribu. Dia sendiri mendapatkan untung Rp 300 ribu.
“Saya setiap ada yang posting, saya ikut komen dengan bilang saya ada (cewek). Dan untungnya satu cewek Rp 300 ribu,” jelasnya.
Agar bisnisnya tidak terendus petugas kepolisian, pelaku menggunakan kode-kode khusus dengan pelanggannya.
“Saya biasanya menggunakan kata-kata Open BO (Booking Online), dan saya bilang kalau punya cewek 15 tahun gitu aja,” tukasnya.
Sementara itu, Kapolres Malang, AKBP Hendri Umar mengatakan, jika pelaku bergabung dengan group jual beli jasa esek-esek membuat dia melakukan hal tersebut.
“Si pelaku ini memiliki hobi bergabung di group sosial media Facebook yang isinya merupakan laki-laki hidung belang yang biasanya menyewa perempuan-perempuan untuk melakukan tindakan asusila,” jelasnya.
Hendri mengatakan jika pelaku ini berperan sebagai makelar seks atau germo. Bila laki-laki hidung belang membayar Rp 700 ribu, Maka Rp 400 ribu untuk korban dan pelaku mengantongi Rp 300 ribu.
Pelaku mengenal korban berinisial AEA melalui saksi F yang juga teman perempuannya.
Pada 27 Januari 2021, pelaku mendapatkan satu korban (AEA) yang merupakan hasil kenalan dari saksi F. Saksi F ini juga merupakan korban eksploitasi pelaku.
Akhirnya pada 28 Januari 2021 terjadilah transaksi. Antara pelaku dan salah seorang lelaki hidung belang di Penginapan Bounty Kepanjen. Pelaku mengantarkan korban untuk bertemu lelaki hidung belang.
Karena mendapatkan informasi akan terjadi transaksi seks anak di bawah umur di wilayah Kepanjen, Satreskrim Polres Malang langsung bertindak cepat.
“Anggota Reskrim mengetahui informasi tersebut. Sehingga melakukan upaya penindakan. Kemudian penggerebekan di penginapan tersebut. sehingga kasus ini terungkap,” terang Kapolres kelahiran Solok, Sumatera Barat ini.
“Pelaku sendiri berinisial RPM yang berusia baru 16 tahun, dan korban berinisial AEA yang juga baru berusia 15 tahun. Kita juga mengamankan penggunanya untuk menjadi saksi kronologi kejadian,” lanjutnya.
Setelah pemeriksaan, ternyata pelaku melakukan transaksi secara online. Dan ini adalah aksi keduanya dalam menjalankan bisnis haram tersebut.
“Setelah pemeriksaan, polisi memperoleh informasi bahwa dia bergabung di grup Facebook Info Cewek Kota Malang. Kalau keterangan si pelaku, ini kali kedua dia melakukan hal ini. Dia mencarikan korban yang umurnya masih tergolong anak-anak kemudian menyerahkan pada si pemakai,” ungkapnya.
“Petugas memeriksa 2 korban yang. Mulainya pemeriksaan bisnis esek-esek pada akhir tahun 2020,” tambahnya.
Pelaku terancam Pasal 83 juncto Pasal 76F UU Nomor 35 Tahun 2014, tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002, tentang perlindungan anak.
Ancaman hukuman minimal 3 tahun penjara. Maksimal 15 tahun penjara, dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Kemudian Pasal 88 juncto Pasal 76I UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dengan ancaman hukuman minimal 10 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara, dan maksimal Rp 200 juta.
Pelaku juga terkena Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang perdagangan orang. Pada Pasal 2 ayat 1 menjelaskan, tidak boleh ada upaya eksploitasi kepada orang untuk mencari keuntungan sendiri.
”Ini ancaman hukumannya minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara, dengan denda Rp 120 juta sampai maksimal Rp 600 juta,” pungkasnya.