Tugumalang.id – Politik adu domba atau politik devide et impera gaya kolonial Belanda sewaktu menjajah bangsa Indonesia terbilang mengakar di semua bidang. Bahkan, politik pemecah belah kesatuan bangsa ini, sampai ikut campur soal urusan kuliner.
Fakta sejarah ini terungkap dari kuliner bernama Pecel Terong yang menjadi menu utama di Rumah Makan Inggil yang berlokasi di Jalan Zainul Arifin 53 A, Klojen, Kota Malang. Rumah makan ini memang jadi satu-satunya resto yang mengusung tema sejarah.
Selain berbisnis kuliner, restoran ini dibuat dengan semangat mengedukasi masyarakat terkait sejarah dan budaya Indonesia. Tak heran jika restoran ini juga bisa dibilang seperti museum.
Di sela waktu makan, pengunjung bisa belajar sejarah Kota Malang dari banyak benda-benda bersejarah yang dihadirkan di sana. Tak hanya benda-benda klasik, menu makanan di sana juga punya cerita sejarah sendiri. Menu itu adalah Pecel Terong.
Pemilik Rumah Makan Inggil, Dwi Cahyono yang juga tokoh pegiat sejarah di Malang itu, menuturkan bahwa menu Pecel Terong bukan hanya sekedar menu kuliner dengan bumbu kentalnya yang khas, namun juga kental akan sejarah.
Dikisahkan Dwi, tujuan utama kedatangan bangsa penjajah pada dasarnya adalah untuk mengeruk kekayaan alam di nusantara. Selain rempah-rempah, mereka juga menemukan khasiat lain dari buah terong yang tumbuh subur di Indonesia.
Buah terong sendiri, kata Dwi, sebenarnya sangat berkhasiat sebagai penambah vitalitas tubuh. Namun fakta khasiat buah ini oleh tentara Belanda diputarbalikkan menjadi pelemah tubuh. Hingga saat itu, banyak warga pribumi yang terpengaruh oleh siasat licik tersebut.
”Padahal, tentara Belanda mengonsumsi terong ini untuk menambah vitalitas mereka selama menjajah di negara kita. Itu bukti bahwa poltik adu domba itu juga bahkan sampai mengakar ke urusan kuliner,” kisahnya, pada Minggu (5/6/2022).
Berangkat dari kisah itulah, Dwi Cahyono membuat menu Pecel Terong sebagai signature khas di Rumah Makan Inggil, bersanding dengan menu lain seperti Ikan Bakar, Ayam Bakar, Tempe Penyet Sambal Terasi, Cah Kangkung, hingga Urap-urap.
Meski begitu, Pecel Terong yang dimaksud di sini bukan seperti yang banyak dikenal sebagai Pecel Lele khas Lamongan yang ternyata adalah kuliner jenis lalapan sambal. Melainkan buah terong yang dipadukan dengan bumbu kacang. Hampir serupa bumbu pecel.
Menu Pecel Terong ini terbilang menjadi menu yang otentik karena disajikan dalam sebuah layah atau cobek. Isian dalam satu layah ini berupa terong, telur, dan tempe yang dikukus dan bumbu kacang yang melimpah. Lengkap dengan daun kemanginya.
Jika dilihat sepintas, bumbu ini seperti bumbu pecel pada umumnya. Namun rasanya cukup berbeda. Ada aroma rempah-rempah yang kaya dan sedikit santan. Menu ini bisa dikatakan sehat karena nihil kolesterol karena dimasak tanpa menggunakan bahan baku minyak goreng.
Menu ini sudah disajikan Rumah Makan Inggil sejak berdiri pada 2004 silam. Banyak masyarakat yang sudah mulai meninggalkan resep kuno ini dan beralih ke kuliner pecel dan memakai bahan lauk pauk yang umumnya digoreng dengan minyak panas.
”Menu kuliner ini sudah ada sejak dulu. Khususnya di wilayah pesisir jawa seperti Situbondo, Pasuruan, dan lain-lain. Dulu juga terongnya masih dibakar atau diasap,” terangnya.
Menu Pecel Terong ini tetap dipertahankan hingga saat ini. Sampai-sampai Rumah Makan Inggil dikenal sebagai pelopor menu resep kuno karena menu ini hanya bisa dijumpai di sana.
”Sampai sekarang ini masih jadi menu favorit. Malah banyak juga turis asing datang dan pasti pesan menu ini, termasuk anak muda dan generasi sekarang juga tetap suka. Ini bukti bahwa masakan Jawa itu tidak hanya enak, tapi juga punya khasiat,” tuturnya.
Keotentikan dan kelezatan Pecel Terong ini diakui pelanggan setianya. Seperti Hendro Sudibyo (79) dan Sri Maharini (62) misalnya. Pasangan suami istri ini bahkan sudah menjadi pelanggan setia Rumah Makan Inggil sejak sekitar 10 tahun lalu.
Keduanya selalu menyempatkan diri untuk mampir ke Rumah Makan Inggil untuk berkumpul bersama keluarga hingga teman lama guna makan dan bernostalgia.
Menurut dia, nuansa yang dibangun Rumah Makan Inggil seperti foto-foto tempat bersejarah hingga barang-barang antiknya menjadi sarana yang mendukung untuk kebutuhan nostalgia.
”Saya senengnya di sini itu nostalgia zaman dulu sebelum semodern sekarang. Saya juga sering ajak anak dan cucu untuk ke sini, paling nggak mereka bisa tahu sejarah kota kelahiran mereka. Itu penting sekali,” ujar wanita kelahiran Kampung Betek, Kota Malang, ini.
Selain itu, dari segi cita rasa makanan juga sesuai dengan lidah di usianya yang semakin senja yang membutuhkan makanan yang sehat. Salah satu menu sehat yang selalu dipesannya disana adalah Pecel Terong.
”Makanan favorit saya di sini ya Pecel Terong itu, gak ada di tempat lain. Selain enak, terong, tempe dan telurnya itukan dikukus, jadi bebas kolesterol. Meski ada santan sedikit, tapi masih seger,” akunya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id