TuguMalang.id – Pasar Comboran sebagai pusat penjualan barang bekas di Kota Malang ternyata memiliki sejarah yang panjang dan menarik untuk ditelisik. Diketahui, pasar ini sudah ada sejak era kolonial Belanda tepatnya pada tahun 1900an silam.
Pasar yang terletak di sekitar Jalan Moh Yamin, Jalan Irian Jaya, Jalan Halmahera hingga Jalan Besi Kota Malang ini awalnya tak didesign sebagai pasar loak. Sebab, dahulu kawasan Comboran merupakan kawasan perlintasan trem atau moda transportasi kereta api jarak pendek antar wilayah Malang yang dibangun oleh Belanda.
Trem ini dulunya memiliki rute Malang-Singosari dan Malang-Pakis-Tumpang. Adapun di Kota Malang, trem ini memiliki jalur di kawasa Blimbing, Jalan Jaksa Agung Suprapto, kawasan Kayutangan, Alun alun Kota Malang hingga Jalan Halmahera. Sementara stasiun induknya ada di kawasan Comboran yakni Stasiun Trem Jagalan.
Adanya stasiun ini tentu membuat kawasan Comboran menjadi jujugan atau lokasi pangkalan setrategis bagi dokar kala itu. Berkembangnya waktu, puluhan bahkan ratusan dokar biasa ngetem di kawasan ini. Di sela sela menanti penumpang atau beristirahat, para kusir dokar juga biasa memberikan makan dan minum untuk kuda mereka.
“Nah orang jawa kalau ngasih minum kuda itu namanya nyombor. Jadi ketika dokar dokar itu berkumpul, kemudian kuda diberi makan dan minum itu istilahnya nyombor maka orang di sana nyebutnya nyomboran. Lama lama jadi comboran hingga saat ini,” bebernya.
Kemudian ketika terjadi perang dengan Jepang pada 1942, banyak orang Belanda yang tertangkap dan ditahan oleh pasukan dari Jepang. Kala itu, warga pribumi yang bekerja sebagai pembantu warga Belanda mendapatkan peninggalan berupa pakaian, hingga perabotan rumah tangga.
“Tapi ingat ketika Jepang masuk tahun 1942, pakaian itu sulit atau langka. Akhirnya pakaian pakaian dari Belanda ini dijual belikan di daerah Comboran. Mangkannya ada pasar pakaian bekas, itu bekasnya orang Belanda dari 1942-1945an,” tuturnya.
Usai memperjualbelikan pakaian bekas dari warga Belanda, masyarakat pribumi kemudian juga mulai menjual perabotan rumah tangga peninggalan Belanda. Keberadaan barang perabotan rumah tangga bekas Belanda ini berkembang mulai tahun 1950.
Sementara itu pada 1960, di selatan kawasan Comboran juga mulai berkembang industri pergudangan dan perbengkelan. Produk barang barang industri yang reject atau afkir kemudian oleh sejumlah karyawan dijual di pasar besi kawasan Comboran juga.
“Lama lama, barang kecil kecil masuk ke Comboran. Akhirnya muncul ada pasar pakaian bekas, peralatan rumah tangga, alat alat bangunan dan disitu munculah peralatan perbengkelan, perkakas hingga sparepart kendaraan bermotor,” ujarnya.
Pada kisaran tahun 1980an, Pasar Comboran ini juga dikenal sebagai pusat pasar barang antik dan terbesar di Jawa Timur. Bahkan pemburu barang antik dari Surabaya, Semarang, Solo hingga Yogyakarta kerap kali datang ke Pasar Comboran.
“Jadi orang Surabaya, Semarang, Solo hingga Jogja bilang kalau mau cari barang antik pasti ke Comboran, sampai sekarang. Tapi sekarang yang jual barang antik sudah jarang yang jual lagi di Comboran tapi di rumah rumah dia di gang gang sekitar situ,” paparnya.
Pasar ini juga sempat dikenal sebagai pasar maling karena menjual berbagai barang bekas yang harganya miring namun kualitasnya masih terbilang bagus.
Di kawasan ini kemudian juga dibangun sebuah pasar di sisi barat dan timur jelang tahun 2000an. Namun sayangnya pasar ini tak banyak diminati masyarakat lantaran banyak yang memilih berburu barang bekas di tepi tepi jalan kawasan Comboran.
Reporter: M Sholeh
editor: jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id