Tugumalang.id – Fenomena generasi muda yang lekat dengan teknologi, memungkinkan mereka menjadi pribadi yang aktif, kreatif, dengan ide-idenya segar. Mereka banyak mengekspresikan diri di media sosial, namun seringkali mereka menjadikan media sosial sebagai sarana membandingkan diri, yang sedikit-dikit sambat di medsos, ngeluh, adu argumen, bahkan flexing.
Fenomena semacam ini kemudian menimbulkan keresahan sehingga generasi sekarang mendapat label sebagai generasi stroberi. Sebuah analogi buah stroberi, yang mengartikan generasi yang tampak indah (merah merona) di luar namun rapuh di dalam.
Baca Juga: Toko Kopi Portal, Kedai Kopi yang Memanfaatkan Portal Tutup di Malang
Hal tersebut, kemudian menjadi alasan Gubuk Tulis berkolaborasi dengan Duta Damai BNPT RI Regional Jawa Timur dan Oase Institut mengadakan acara Ngbuburead Jilid I dengan tema “Generasi Stroberi dalam Kacamata Psikologi Islam.” Kajian yang relevan dengan momentum di bulan suci Ramadan.
Dr. Muhammad Mahpur, M.si, sebagai pembicara di acara tersebut memaparkan, fenomena tersebut menimbulkan bubble informasi di media sosial sehingga mudah kita kapitalisasi secara personal tanpa ada filter yang sehat.
Baca Juga: Korban yang Diludahi Driver Ojol di Kota Malang Lapor Polisi
“Dalam psikologi Islam, kita mengenal istilah kasb, yakni sama dengan konsep freewill (kebebasan berkehendak) di mana setiap perbuatan atau usaha yang dilakukan oleh manusia akan dikembalikan kepada manusia itu sendiri,” ucap Mahpur menjelaskan.
Dia usaha menjelaskan tentang bagaimana harusnya kita sebagai generasi muda memiliki kesadaran dalam mengontrol perilaku dan menjadi insan yang lebih tangguh.
Dia menegaskan, teknologi membuat kita menjadi semakin individualis dalam berinteraksi ataupun mencari informasi. Sehingga peradaban kolektif yang kita anut di Indonesia semakin pudar.
Padahal berdasarkan riset, peradaban kolektif itu lebih menghasilkan individu yang lebih resilien (tangguh), karena masih terdapat dukungan kelekatan sosial antar individu.
Acara diskusi berjalan sangat interaktif dari para audiens dengan banyaknya pertanyaan yang disampaikan. Salah pertanyaan yaitu tentang tingginya ekspektasi sosial yang menyebabkan individu menjadi pribadi yang mudah tertekan.
Mahpur yang juga dosen UIN Malang menjawab dengan cukup lugas, bahwa tingginya ekspektasi sosial itu disebabkan oleh fenomena deviant content syndrom, yakni sindrom di mana seseorang banyak mengonsumsi informasi tanpa disadari.
Yang mana hal tersebut membuat seseorang memiliki sikap menetapkan standar yang tidak realistis. Untuk itu, penting bagi seseorang untuk lebih meningkatkan evolusi biologi (fitrah biologis) yakni terhubung dengan dunia nyata, daripada dunia virtual.
Diketahui, acara ngabuburead ini turut dihadiri oleh sejumlah mahasiswa pendidikan sosiologi Universitas Negeri Malang, yang ditutup dengan kegiatan buka bersama, dan bincang santai.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Winda Sari S.Psi.
Editor: Herlianto. A