BATU, tugumalang.id – Selama sepekan ini Kota Batu, Jawa Timur mulai dilanda banjir akibat hujan dengan intensitas tinggi. Dari catatan BPBD Kota Batu, sudah dua kali banjir terjadi bercampur material. Seperti di Dusun Kungkuk Punten pada 7 Oktober 2022 lalu dan di Dusun Junggo, 8 Oktober 2022.
Artinya, potensi terjadinya banjir bandang ini masih tinggi. Pasaknya, dua daerah terdampak di atas termasuk wilayah dataran tinggi. Namun, BPBD Kota Batu sendiri masih menengarai penyebab itu karena cuaca ekstem.
Namun menurut Pegiat Lingkungan di Kota Batu, Bayu Sakti, banjir terjadi akibat pembangunan tanpa orientasi lingkungan yang terlalu masif. Banyak saluran drainase yang tidak mampu menampung aliran air sehingga meluap masuk ke pemukiman.
“Saya kira kebijakan yang berbasis pada kelestarian lingkungan masih tidak jadi prioritas. Masifnya pembangunan ini ya karena alasan ekonomis,” kata dia pada awak media, Selasa (11/10/2022).
Terjadinya banjir di dataran tinggi ini juga karena faktor alih fungsi lahan kawasan hutan menjadi areal pertanian hingga wisata. Parahnya, kawasan hutan yang menjadi daerah penyangga akuifer yang juga menjadi objek pembangunan.
“Harusnya kan kalau berorientasi konservasi, harus tegas. Area hutan ini jangan dialihfungsikan untuk hal-hal lain,” ungkapnya.
Parahnya, banjir juga terjadi di Jalan Raya Panglima Sudirman yang artinya area resapan semakin minim. Kota Batu sendiri bahkan telah membentuk Perwali Kota Batu Nomor 21 tahun 2015 tentang pembuatan sumur resapan/biopori. Namun realisasinya, masih nihil.
Hal ini juga menjadi sorotan dari BPBD Kota Batu. Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Batu Achmad Choirur Rochim yang merekomendasikan agar segera merekonstruksi sistem drainase.
Sistem drainase, kata Rochim memang kelihatannya tidak urgen karena merupakan bentuk penanganan jangka panjang. Namun jika melihat situasi di jalan-jalan kota ketika hujan sudah mulai menunjukkan tanda-tanda berupa genangan air.
”Jika tidak segera dicarikan solusi, genangan air akan semakin tinggi dan masuk ke permukiman,” kata Rochim.
Rekonstruksi sistem drainase ini menurut Rochim akan bisa dinikmati hasil manfaatnya pada 5-10 tahun ke depan. Mengingat semakin hari, daerah resapan air di Kota Batu semakin berkurang akibat pembangunan.
”Misal intensitas hujan tinggi, maka air akan masuk ke kawasan permukiman atau jalan-jaln sehingga menyebabkan banjir,” kata dia.
Meski begitu, diakui Rochim bahwa solusi ini butuh memakan biaya tak murah. Sebab itu, dalam realisasinya memang membutuhkan support dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pusat.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko