BATU – Minyak bekas goreng atau jelantah menjadi permasalahan lingkungan yang kompleks. Namun di tangan anak-anak muda Universitas Brawijaya Malang, limbah jelantah ini bisa disulap menjadi berkah. Kini, manajemen pengelolahan limbah ini mulai diaplikasikan ke tengah masyarakat.
Tak seperti generasi sebelumnya, anak-anak muda ini mengenalkan sebuah model pengelolahan yang modern. Mereka membuat sebuah platform aplikasi pengelolaan sampah dan limbah. Namanya Zerolim dan sudah bisa diunduh di Playstore.

Zerolim menawarkan aktivitas pemilahan sampah menjadi pemasukan tambahan. Jadi, dari sistem bank konvensional yang semula warga harus mengeluarkan uang, kini dari setiap limbah yang dikumpulkan itu menjadi pundi uang tambahan.
Zerolim dibangun baru saja pada tahun 2021 lalu. Berawal dari lomba, aplikasi ini mendapat apresiasi positif dari juri dan akhirnya diputuskan untuk dikembangkam lebih luas. Mereka pun mendirikan sebuah perusahaan bernama PT Zerolim Tekno Lestari pada 2021.
Zerolim adalah kependekan dari Zero Limbah. Sebuah gerakan yang bertujuan untuk memperbaiki manajemen pengelolaan sampah di Indonesia. PT Zerolim ini beralamat di Jl. Perusahaan Raya No 8, Singosari, Kabupaten Malang.
Zerolim digagas oleh muda-mudi berbahaya. Mereka adalah Fadli Robbi dari Fakultas Pertanian, lalu Fawwaz Daffa Muhammad dari Fakultas Ilmu Komputer, Rendy Teguh Bayu Asmoro dari Fakultas MIPA dan Trisa Oktavianti dari Fakultas Pertanian.
Dirut PT. Zerolim Tekno Lestari, Fadli Robbi menuturkan dengan model yang dia kenalkan diklaim bisa membuat kerja pemilahan sampah di tingkat RT RW bisa lebih efektif dan efisien.
”Selain efektif, juga malah dibayar. Masyarakat bisa mendapat penghasilan tambahan dari kegiatan pemilahan sampah ini,” terang Fadli saat ditemui di Kota Batu, Kamis (27/1/2022).
Pemilahan sampah yang ditawarkan Zerolim cukup berbeda dengan penanganan bank sampah model konvensional. Karena user tidak lagi perlu mengantar jelantah ke bank sampah.
Zerolim sendiri memiliki prinsip ekonomi sirkular, yakni pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin hingga meregenerasi produk dan bahan agar tidak terbuang sia-sia. Untuk itu, dibutuhkan pemberdayaan masyarakat.

Mereka sendiri tahu potensi ekonomis dari limbah jelantah ini dari Google. Hasilnya, kini mereka bisa mengekspor minyak jelantah ke pasar Eropa untuk dijadikan bahan bakar biodiesel. Usai berproses, mereka terus bergerak hingga mendapat pendampingan universitas di bawah badan inovasi dan inkubator.
Terlepas dari itu, alasan di balik usaha mereka ini sederhana saja. Mereka mempertanyakan kemana minyak jelantah diberikan setelah dipakai di warung-warung. Warung-warung sendiri sangat banyak. Belum lagi di tingkat rumah tangga.
Hasil pengamatannya, Fadil menemuk banyak pengelola warung yang masih bingung kemana mereka harus membuang jelantah. Yang jelas, minyak jelantah ini menjadi bahan pencemar lingkungan.
”Di sungai dia mencemari sungai, membunuh biota sungai. Jika dipakai menggoreng lagi, bahaya untuk kesehatan. Jika dibuang ke tanah, juga merusak kandungan tanah,” kata dia.
Sejak saat itu, dirinya bersama tim menyatukan komitmen untuk ikut dalam menjaga lingkungan dengan cara mengelola limbah minyak goreng ini. Hingga kini, PT Zerolim bisa menampung jelantah hingga 50 ton per bulan.
Pemasok mereka pun kini beraneka ragam. Mulai dari masyarakat, skala industri besar hingga industri rumahan. Rata-rata banyak dari warga Kota Malang, Kota Batu dan dalam waktu dekat akan menjajaki Kabupaten Blitar dan Lamongan.
“Gerakan sosial banyak dilakukan karena bencana alam, sementara masih belum banyak yang peduli dengan alam. Kami ingin masyarakat bisa menaruh kepedulian terhadap lingkungan atau alam,” tutup lelaki berusia 22 tahun ini.
Reporter: Ulul Azmy
editor:jatmiko