Malang, tugumalang.id – Tak ada limbah yang tersisa di tempat produksi tempe dan keripik tempe yang ada di Kampung Sanan, Kota Malang. Pasalnya, semua limbah produksi tempe di kampung mandiri ini juga dimanfaatkan untuk pakan ternak hingga menghasilkan bio gas.
Pada umumnya, kawasan produsen tempe kerap menimbulkan bau tak sedap akibat limbah cairan sisa proses perebusan kedelai. Namun hal itu tidak ditemui di Kampung Sanan. Jika melintas di kampung ini, tak ada bau limbah tempe yang tercium.
Pengurus Paguyuban Kampung Tempe Sanan, M Arif Sofyan Hadi menjelaskan bahwa ada sekitar 235 perajin tempe dan keripik tempe yang terdaftar di Paguyuban Kampung Sanan. Namun dia memperkirakan ada lebih dari 500 perajin di kawasan tersebut.

Menurutnya, Kampung Sanan mengolah sekitar 20-40 ton kedelai dalam sehari. Dalam proses produksi, terdapat limbah cairan sisa proses perebusan dan limbah kulit ari kedelai. Limbah itu dimanfaatkan perajin untuk pakan dan minuman ternak sapi.
“Jadi untuk mengatasi limbah itu, kami ada ternak sapi. Semua limbah air maupun kulit ari kedelai tempe itu dipakai untuk penggemukan sapi. Ini rahasianya kami agar kampung tidak bau. Karena 1 rumah produksi tempe saja biasanya bau limbah,” kata Arif, Senin (21/8/2023).
Arif menyebutkan bahwa 50 persen dari jumlah perajin juga memiliki ternak sapi. Bagi yang tak memiliki sapi, biasanya limbah produksi tempe dijual ke perajin yang memiliki ternak sapi. Namun banyak juga yang memanfaatkan limbah kulit ari kedelai untuk dijadikan tepung sebagai bahan pembuatan kue.

Tak hanya mandiri dalam mengolah limbah produksi tempe, warga Kampung Sanan juga mampu mengolah limbah kotoran ternak menjadi pupuk hingga bio gas. Setidaknya, dalam satu kandang ternak sapi, mampu menyuplai bio gas ke 7 rumah warga.
BACA JUGA: Festival Tempe Kampung Sanan, Agenda Tahunan Dinas Pariwisata Kota Malang
“Butuh sekitar 4-7 hari agar kotoran sapi setelah ditampung di tandon penampungan menjadi bio gas. Prosesnya secara alami. Bio gas ini sudah dipakai warga sampai saat ini,” kata dia.
Hanya saja, setelah Kampung Sanan dilanda banjir beberapa bulan lalu, beberapa pipa dan penampungan produksi bio gas rusak dan tak dapat dimanfaatkan. Kata Arif, biaya peralatan yang mahal menjadi kendala warga. Namun beberapa yang masih aktif, masih tetap bisa difungsikan sebagai bahan bakar bio gas.
Di sisi lain, Arif menjelaskan bahwa keberadaan perajin tempe di Kampung Sanan sudah ada sejak era kolonial Belanda. Ilmu perajin tempe ini terus dilanjutkan para generasinya hingga saat ini. Bahkan tempe di sini mampu diolah menjadi keripik tempe.

Di tahun 1980an, Kampung Sanan didapuk menjadi sentra produksi tempe di Kota Malang. Kemudian di tahun 1995an, Kampung Sanan juga didapuk menjadi sentra perajin keripik tempe yang hingga saat ini menjadi pusat oleh oleh di Kota Malang.
Keripik tempe di Kampung Sanan telah merambah pasar lokal, luar kota bahkan luar negeri. “Kalau keripik punya saya terjauh sampai pasar Hongkong,” kata Arif.
Di momentum Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78, Arif berharap Indonesia mampu mandiri dalam menghadirkan kedelai lokal. Sebab menurutnya, kedelai sebagai bahan baku perajin tempe Kampung Sanan hingga saat ini masih bergantung pada kedelai impor.
“Harapan kami mudah mudahan UMKM di sini semakin maju dan tak kesulitan mencari bahan baku kedelai. Kami kan tergantung ketersediaan dan harga kedelai. Karena kedelai kan impor semua. Padahal dulu masih ada kedelai lokal,” tuturnya.

Dia juga berharap pemerintah memudahkan para pelaku UMKM dalam mendapatkan bahan bakar LPG. Sebab menurutnya, beberapa waktu lalu Kampung Sanan sempat terguncang ketika kelangkaan LPG menerpa Kota Malang.
“Kami sehari biasanya membutuhkan 2-3 LPG, dulu sempat langka, kami kesulitan, karena hanya diberi 1 tabung. Kalau sekarang sudah aman, mudahan kedepan juga terus aman,” tandasnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: M Sholeh
editor: jatmiko