Tugumalang.id – Kebutuhan plasma konvalesen untuk terapi pasien COVID-19 meningkat tajam seiring dengan melonjaknya kasus aktif harian di masa pandemi putaran kedua ini. Namun sayangnya, kondisi itu tidak sebanding dengan ketersediaan plasma konvalesen.
Kondisi serupa juga terjadi di Malang, salah satu daerah penyuplai plasma konvalesen di Jatim. Seperti diungkapkan Kepala Unit Donor Darah (UDD) PMI Kota Malang, dr Enny Sekar Rengganingati, bahwa animo pendonor di Malang belakangan ini mulai menurun.
”Dari kerja sama kita dengan 17 RS rujukan, setiap harinya hanya ada sekitar 5-10 antrean pendonor,” ungkapnya, dalam Focus Group Discussion (FGD) virtual bersama Tugu Media Group bertajuk ”Mewujudkan Bank Plasma Konvalesen untuk Mengatasi COVID-19”, pada Senin (26/7/2021).
Di lain hal, secara kapasitas produksi di UTD PMI Kota Malang juga belum sepadan untuk memasok plasma dalam jumlah banyak. Kata Enny, karena keterbatasan alat. Alatnya cuman 1 dan dalam sehari hanya bisa melayani 3-4 orang saja.
”Proses pengambilan itu 1 jam. Lalu, kendala lagi, habis dipakai itu alatnya harus diistirahatkan. Jadi kalau bisa memang perlu nambah alat,” paparnya.
Terlepas dari itu, Enny menerangkan, terapi plasma ini memang hanya bersifat terapi alternatif. Plasma darah ini sifatnya memberi kekebalan pasif lewat plasma antibodi yang didonor para penyintas.
”Artinya, penting tidak penting, tetap efektif karena memang COVID-19 belum ada obatnya. Toh jika nanti wabah sudah selesai, alatnya ini juga masih bisa dipakai untuk transfusi trombosit untuk keperluan wabah epidemi, seperti demam berdarah,” imbuhnya.
Sementara itu, dikatakan penggerak komunitas pendonor plasma di Malang sejak akhir 2020, yakni plasmahero.id, yang digagas dr Ariyani, mengatakan bahwa kendala utama minimnya pasokan plasma lantaran kesadaran dari para penyintas.
Berbeda dengan gelombang pendonor di awal-awal Plasmahero terbentuk, bisa mengumpulkan 300 pendonor dalam kurun 3 minggu. Tapi sejak bulan Juli 2021 ini, diakuinya mulai surut. Jika dihitung, misal dari 700 database penyintas yang didapat, hanya 2-3 orang yang mau berdonor secara rutin.
”Apalagi sejak ada varian baru delta ini, membuat orang takut datang ke RS. Selain itu, masih banyak masyarakat yang tidak terbuka. Mereka masih malu dan takut dikucilkan jika ketauan penyintas,” beber dokter anak di RSSA Malang ini.
Jika terus begini, kata Ariyani, ketersediaan stok plasma sudah darurat. Sebab itu, dia mengapresiasi atas inisiatif mewujudkan bank plasma ini. Dia juga akan sangat senang jika motivator nasional, Dr Aqua Dwipayana, turut andil dalam membangun kepercayaan publik.
”Sangat senang sekali jika Pak Aqua ikut aktif memberi motivasi kepada seluruh penyintas di Indonesia untuk berdonor. Sehingga muncul Pak Sim Putra Bradley lain-lainnya,” harapnya.
Terpisah, dikatakan GM Tugu Malang ID, Fajrus Shidiq, yang berkeinginan besar untuk turut berkontribusi dalam gerakan sosial ini. Selain menggeber publikasi dan edukasi, dia menyarankan agar ada stimulus insentif bagi para penyintas yang mau berdonor.
”Jika disepakati, kami akan bantu untuk membentuk relawan, mengumpulkan donasi untuk keperluan penambahan alat transfusi plasma atau insentif transport bagi pendonor misalnya,” jelasnya.
”Semoga, dari langkah kecil dari Malang untuk Indonesia ini bisa membawa manfaat dan meringankan beban penanganan COVID-19,” harapnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti