Tugumalang.id – Closure, unit post-punk asal Malang, baru-baru ini telah merilis debut album bertajuk “Innocence”. Album ini sekaligus menjadi jawaban konsistensi mereka sepanjang band ini berdiri sejak tahun 2017 dengan berbagai halangan dan rintangan.
Banyak proses yang harus mereka lalui dalam produksi album mereka ini. Pada faktanya, mereka menghabiskan waktu selama tiga tahun untuk proses development hell sejak tahun 2019 lalu.
Selain itu, ada banyak hambatan yang harus dilalui seperti file audio yang terhapus saat home recording hingga kendala saat recovery sisa-sisa file yang ada karena paparan virus ransomware.
Closure sendiri baru saja merilis sampler tiga lagu di Spotify. Meskipun begitu, Closure yang digawangi Dheka (vokal), Afif (gitar), Ahmad “Biting” Ikhsan (drum), Axel (bass), dan Sabiella (gitar), mampu melaluinya.
Titik terang itupun tiba ketika Closure memutuskan merekam ulang materinya di Studio AA Malang pada awal tahun 2020.
Kini akhirnya album yang berisikan 10 lagu itu telah tuntas, empat lagu yang pernah dirilis dalam EP dan split single, serta enam lagu yang belum pernah dirilis sebelumnya.
Konsep global dari Innocence sendiri menceritakan tentang perjalanan hidup manusia sejak masa kanak-kanak hingga beranjak dewasa dan menghadapi dunia nyata.
Album ini juga menjadi sebuah ungkapan keluh kesah, ratapan, dan harapan yang mewakili umat manusia yang selalu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Di mana proses pendewasaan tersebut terkadang mengorbankan “kesucian” atau dalam hal ini sesuai judul album yaitu “Innocence”.
Konsep ini dipengaruhi dengan teori psikoanalisis oleh Fairbairn dan Winnicott yang menganggap anak sebagai awalnya polos dan suci, namun dapat kehilangan kepolosannya di bawah pengaruh stres atau trauma psikologis.
10 nomor yang masuk dalam album Innocence itu merupakan kisah-kisah tentang trauma psikologis tersebut. Dari segi lirik yang disampaikan juga lebih berbobot, berbicara seputaran realita pertumbuhan manusia seperti problematika pubertas remaja di “Puberty”.
Penggalan lirik yang menggambarkan rasa penasaran kepada interaksi intim manusia yang berujung ke penyesalan merupakan secuil realita pertumbuhan manusia yang ingin Closure paparkan.
Bahkan muramnya kondisi psikosis Postpartum juga dihighlight, termasuk juga fenomena ekstremitas religi di lagu “Paradigm”, di mana perbedaan bisa membuat orang menjadi self righteous, pula, tak lupa Closure menyentuh nostalgia masa kecil di lagu “Warehouse” yang sangat kentara.
Selain itu, Closure menyinggung impostor syndrome di lagu “Pawn” di mana manusia terlalu larut dalam pergaulan hingga kehilangan jati diri.
Berbagai variasi tema tersebut menunjukkan usaha Closure untuk menjelajahi berbagai tema yang mengitari kehidupan manusia baik yang riang gembira maupun gelap.
Hal ini menjadikan konotasi post-punk di album Innocence tidak lagi melulu identik dengan konotasi ‘gelap dan suram’. Namun lebih mengeksplorasi berbagai sisi kehidupan manusia secara komprehensif.
Variasi mood ini pula menandakan transformasi Closure yang pertama kali muncul dengan nuansa bright hingga kini beranjak cloudy.
Transformasi dari masa awal yang pekat dengan nuansa post-punk slavic kini beranjak lebih komprehensif dan kompleks dengan influence yang beragam, mulai dari skena Manchester hingga skena Australia.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id