MALANG, Tugumalang.id – Sumiasih (60), warga Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang menghibahkan hak paten Batik Garudeya kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, bertepatan dengan HUT ke-78 RI, Kamis (17/8/2023). Meski ini berarti ia tak memiliki banyak keuntungan secara materiil, Sumiasih mengaku senang melakukannya.
Bagi Sumiasih, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Melalui hibah ini, ia berharap bisa memberi manfaat bagi warga Kabupaten Malang, khususnya para perajin batik.
“Kalau saya kukuh nggak mau kasih ke Pemkab, artinya saya nggak bisa memberi manfaat. Kalau ini jadi miliknya Kabupaten Malang, semua teman-teman pembatik Kabupaten kan bisa bikin Garudeya semua. Saya pikirnya begitu,” ujar Sumiasih saat ditemui tugumalang di rumahnya belum lama ini.
Ia mengaku ada banyak pihak yang menyayangkan keputusan Sumiasih untuk menghibahkan hak paten ini. Banyak yang mengatakan padanya bahwa hak paten semestinya bisa dijual dengan harga ratusan juta rupiah.
Akan tetapi, Sumiasih sudah mantap menghibakan hak paten ini agar bisa digunakan oleh banyak pihak. “Kalau dijual, saya nggak bisa memberi manfaat untuk teman-teman,” ucapnya.
Batik motif Garudeya merupakan ciri khas dari Sumiasih. Motif ini ia kembangkan setelah mengeksplor relief Candi Kidal yang terletak sekitar 500 meter dari rumahnya.
Garudeya merupakan makhluk mitologi yang ada di kalangan Hindu Jawa Kuno. Ia memiliki badan dan tangan seperti manusia, namun kepala, kaki, dan sayapnya seperti burung.
Di Candi Kidal, terdapat tiga relief Garudeya yang menggambarkan tiga masa yang berbeda. Relief pertama adalah Garudeya memanggul ular yang merepresentasikan perbudakan. Relief kedua adalah Garudeya memanggul guci yang merepresentasikan perjuangan. Relief ketiga adalah Garudeya memangguk ibunya yang merepresentasikan perjuangan.
Relief yang digunakan oleh Sumiasih sebagai inspirasi motif batik Garudeya adalah saat Garudeya memanggul guci. Konon, guci tersebut berisi Tirta Suci Amertha Sari yang menjadi syarat bagi pembebasan ibu Garudeya.
“Pada saat saya bertemu Pak Bupati, saya juga disuruh menceritakan itu (kisah Garudeya),” kata Sumiasih.
Ia mengaku mendapat perhatian dari Pemkab Malang setelah mengikuti Lomba Desain Batik Cap yang digelar oleh Dekranasda Kabupaten Malang, di akhir tahun 2022 lalu. Tema yang diusung pada saat itu adalah Melestarikan Budaya dengan Eksplorasi Relief Candi Kidal.
Di lomba tersebut, Sumiasih menyabet juara III. Ia pun ditemui oleh Anis Zaidah Sanusi dan diberi tahu bahwa motif batiknya bisa dijadikan seragam di Kabupaten Malang.
Pada saat itu, Sumiasih telah memegang hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atas merek Garudeya Kidal. Sehingga, ketika Pemkab Malang akan mengajukan HAKI untuk motif Garudeya, mereka mengalami kendala.
“Saya pikir motif dan merek itu tidak sama. Saya menerangkan kalau merek saya Garudeya Kidal (yang dipatenkan). Ternyata nggak bisa sama-sama pakai Garudeya,” ujar Sumiasih.
Sumiasih bahkan sempat ditelpon oleh pihak Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI dan dijelaskan bahwa Pemkab Malang tidak bisa mematenkan motif Garudeya karena itu adalah hak milik Sumiarsih.
Hingga akhirnya, pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Diperindag) Kabupaten Malang datang ke rumah Sumiasih dan menanyakan kesediaannya untuk mengalihkan hak paten ke Pemkab Malang. “Saya bilang ya monggo, nggak papa,” kata perempuan kelahiran tahun 1963 ini.
Sumiasih merupakan perajin batik yang aktif selama tujuh tahun terakhir. Ia baru belajar membatik pada tahun 2017 setelah mengunjungi gebyar batik dan bertemu dengan temannya yang ternyata adalah pelatih batik.
Sejak saat itu, ia banyak mengikuti pelatihan batik, baik yang digelar oleh Disperindag Kabupaten Malang maupun Universitas Negeri Malang (UM). Ia bahkan sempat magang di Batik Manggur yang ada di Kota Probolinggo selama sepuluh hari.
“Ada pelatihan dari UM, dari dosen pengabdian bagian sejarah. Kami mengeksplor relief-relief candi. Kemudian, memunculkan relief candi diantaranya adalah Garudeya. Sebetulnya (saat itu) saya nggak tahu sejarahnya Candi Kidal,” tutur Sumiasih.
Setelah banyak berlatih, hasil cantingan pun Sumiasih semakin halus. Ia semakin percaya diri dan mengikuti lomba-lomba, serta mulai menjual batik kreasinya.
Sejak tahun 2018, Sumiasih mulai sering banjir pesanan meskipun pemasarannya hanya dari mulut ke mulut. Cantingan yang halus dan motif yang kreatif menjadi daya tarik dari batik produksi Sumiasih.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko