Tugumalang.id – Belasan unit Bus Puspa Indah berwarna biru muda berjejer di Terminal Landungsari, Kota Malang, Jawa Timur. Bus itu bukan menunggu penumpang, mereka tampaknya sudah tidak beroperasi lagi. Bagian bawah bus telah ditumbuhi semak dan rerumputan. Cat bus itu sudah kusam, beberapa bagian berkarat.
Puspa Indah, begitu masyarakat menyebut nama bus asli Malang itu. Di era jauh sebelum pandemi Covid-19, Puspa Indah merupakan ‘Raja’ yang menguasai trayek Malang-Jombang bahkan Kediri hingga Tuban. Mahasiswa, pedagang hingga karyawan, dahulu kerap kali menjadikan bus ini sebagai moda transportasi utama.
Puluhan tahun, Puspa Indah menguasai wilayah yang dikenal sebagai jalur berkelok itu. Bahkan di era 1980-1990an, Puspa Indah tetap menjadi pilihan saat sejumlah kompetitor lain mulai masuk ke Terminal Landungsari. Misalnya saja, PO Hasti, Citra, Sekarmas, Jaya hingga Akas. Puspa Indah memang dikenal dengan sopirnya yang lihai di medan berkelok terutama jalur Batu.

Kompetisi itu juga memberikan dampak positif bagi kehidupan ekonomi di Terminal Landungsari. Para pedagang lapak mendapat berkah dari banyaknya penumpang yang datang silih berganti di terminal.
Perekonomian mereka menggeliat seiring ramainya terminal di bagian barat Kota Malang itu. Keramaiannya bahkan tak kalah dengan Terminal Arjosari.
Dikudeta oleh Bagong
Namun di sisi lain, dominasi Puspa Indah ternyata mendapatkan tentangan dari sejumlah kompetitor. Sempat ada demonstrasi hingga pemblokiran jalur saat memprotes dominasi Puspa Indah waktu itu.
Seiring berjalannya waktu, kejayaan Raja jalur berkelok itu memudar setelah bus-bus baru seperti PO Bagong turut berkompetisi dan meraih kepercayaan penumpang.
Armada baru PO Bagong mampu menarik perhatian penumpang. Bahkan PO Bagong mampu mengakuisisi para kompetitor seniornya, termasuk Puspa Indah yang keuangannya sedang bermasalah pada awal 2017 lalu. Kini, Bagong menjadi penerus tunggal ‘Raja’ trayek Malang-Jombang.
Kini sejumlah bus yang beroperasi di Terminal Landungsari seluruhnya adalah Bus Bagong. Puspa Indah yang sudah diakuisisi tak dioperasikan lagi. Belasan Bus Puspa Indah hanya terparkir di Terminal Landungsari di bagian belakang. Roda-roda bus ini tumbuhi rumput.

“Sudah tidak ada sopirnya,” kata Robi, pengawas lapangan Bus Bagong.
Robi yang juga sempat bekerja di PO Hasti hingga PO Citra mengakui bahwa Puspa Indah memang pernah mendominasi trayek Malang-Jombang. Meski didominasi Puspa Indah, namun penumpang punya banyak pilihan karena banyak bus lain di Terminal Landungsari waktu itu.
Banyaknya bus yang bisa dipilih penumpang itulah yang menurutnya membuat terminal ramai pengunjung. Keramaian itu seolah menjadi jantung terminal yang mampu menghidupkan perekonomian pedagang hingga sopir angkot.
“Dulu warung-warung di terminal jarang yang sepi. Ada kehidupan karena memang dulu banyak penumpang yang berdatangan ke terminal,” ungkapnya.
Robi tak memungkiri, persaingan antar PO bus kerap kali memunculkan gesekan antar sopir atau kernet bus. Pemandangan berebut penumpang sudah biasa mewarnai Terminal Landungsari hinga jalanan jalur Malang-Jombang. Namun hal itu menurutnya mengasyikkan karena ada potensi sumber pendapatan.
“Dulu memang kasarannya bus lain masuk terminal itu dimusuhi sama Puspa Indah. Ibaratnya ingin mendominasi trayek,” ucapnya.

“Tapi kalau ada saingan kan tentu terminal ramai. Saya juga berharap ada bus lain yang masuk. Kalau ada saingan penumpang bisa punya pilihan,” ujarnya.
Puspa Indah Tinggal Kenangan
Kini, Puspa Indah dan hiruk pikuk keramaian terminal hanya tinggal kenangan. Bus Bagong menjadi satu satunya bus yang masih beroperasi bahkan hingga saat ini. Kemunculan transportasi online hingga badai pandemi Covid-19 semakin mempertegas keberadaan Bagong. Bus-bus lain sudah tidak tampak lagi di Terminal Landungsari.
“Tapi sekarang tidak seindah dulu. Meski sekarang mahasiswa sudah bisa masuk ke kampus, nyatanya terminal masih sepi. Dulu cari uang Rp 400 ribu sehari gampang, sekarang Rp 50 ribu aja syukur,” kata Robi.
Kini suasana Terminal Landungsari sepi, hanya tampak satu dau penumpang saja. Tak ada hiruk pikuk kedatangan penumpang yang silih berganti. Lapak-lapak warung di Terminal Landungsari juga banyak yang tutup. Beberapa pemilik warung yang bertahan hanya bisa pasrah.
“Dulu banyak bus, terminal ramai, warung warung ikut ramai. Sekarang disukuri saja,” kelakar salah satu pemilik warung di Terminal Landungsari kepada sopir angkot yang mengeluh ketika memesan kopi.
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A