Oleh: Wahyu Hindiawati*
Buku adalah jendela dunia, merupakan suatu slogan yang sudah tidak asing lagi terdengar ditelinga kita. Membaca buku membuka cakrawala ilmu yang tak terbatas dan mengurangi pendangkalan berfikir.
Tepat ditanggal 17 Mei diperingati Hari Buku Nasional (Harbuknas) setiap tahunnya. Peringatan Harbuknas dicetuskan pertama kali oleh Menteri Pendidikan Abdul Malik Fadjar pada tahun 2002 berdasarkan nilai sejarah hari berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 17 Mei 1980. Peringatan ini bertujuan untuk mendorong tumbuhnya literasi, terutama minat baca dan menulis di kalangan masyarakat Indonesia yang kelak dapat membudaya.
Minat baca rakyat Indonesia sangatlah rendah. Berdasarkan hasil Survei yang dilakukan Program For International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Sementara UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang gemar membaca. Sungguh hal ini sangat miris sekali.
Pemerintah melalui lembaga yang relevan telah mencanangkan program minat baca di bangku sekolah. Ada beberapa peraturan yang telah diluncurkan oleh pemerintah antara lain Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 4 ayat 5 menyebutkan bahwa “Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat” yang diimplementasikan berupa stategi dan kebijakan literasi sekolah dan terdapat pedoman pelaksanaan yang bisa menjadi acuan sekolah dalam meningkatkan minat baca khususnya dan literasi pada umumnya.
Di samping itu, terdapat pula Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang diimplementasikan pada Gerakan Literasi Nasional. Gerakan Literasi Nasional ini menindaklanjuti amanat UUD NRI Tahun 1945 dan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 di atas.
Pada perkembangan selanjutnya, ditetapkan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal. Kegiatan Gerakan Literasi Sekolah tidak lepas dari penguatan pendidikan karakter, pembelajaran yang mencakup keterampilan berpikir kritis, kreatif, komunikatif. Sedangkan terkait literasi itu sendiri, yaitu penguasaan enam literasi dasar (baca-tulis, digital, numerasi, finansial, sains, serta budaya dan kewargaan).
Leterasi di samping digalakkan di sekolah-sekolah juga digalakkan di daerah-daerah. Di daerah-daerah telah didirikan Taman Baca Masyarakat. Taman Baca Masyarakat sebagai sarana untuk menumbuhkan minat baca masyarakat. Sehingga dengan adanya Taman Baca Masyarakat bisa melatih dan membiasakan diri untuk selalu membaca sejak dini.
Taman Baca Masyarakat tentunya bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari gemar membaca antara lain: menambah wawasan dan pengetahuan, dapat menambah kosakata, menstimulasi mental, mengurangi stress, meningkatkan kualitas memori, melatih ketarampilan untuk berfikir dan menganalisis, dapat meningkatkan fokus dan konsentrasi, melatih untuk dapat menulis dengan baik, memperluas pemikiran, meningkatkan hubungan sosial, membantu mencegah penurunan fungsi kognitif, meningkatkan empati seseorang, dapat mendorong tujuan hidup seseorang, dapat membantu terhubung dengan dunia luar, serta dapat lebih berhemat.
Dari banyaknya manfaat yang kita peroleh dari gemar membaca, untuk itu mari kita tingkatkan dan budayakan untuk selalu membaca.
*Penulis merupakan dosen dan Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id