MALANG, Tugumalang.id – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (Kanwil DJBC) Jawa Timur II terus menggalakkan pemberantasan rokok ilegal di wilayah kerjanya.
Hal ini merupakan komitmen Kanwil DJBC Jawa Timur II dalam menyelamatkan penerimaan negara melalui sektor cukai dan juga sebagai bagian dari Upaya turut serta menjaga kesehatan masyarakat.
Seperti diketahui peredaran rokok ilegal tidak hanya merugikan negara dari sektor penerimaan cukai tetapi juga merugikan kesehatan masyarakat karena ketidakjelasan bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi rokok illegal tersebut. Ini berdampak buruk pada kesehatan terlebih lagi tidak diketahui kadar tar dan nikotin yang terkandung di dalamnya.
Baca Juga: Sejuta Rokok Ilegal Ditemukan Sepanjang Tahun 2021
Cukai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan Undang-Undang Cukai.
Sifat atau karakteristik tersebut yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkupan hidup, dan pemakaiannya perlu pembenanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Adapun Barang Kena Cukai di Indonesia saat ini ada 3 yaitu : Hasil Tembakau, Minuman Mengandung Etil Alkohol dan Etil Alkohol.
Penerimaan negara dari sektor Cukai yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sangat diperlukan bagi negara dan masyarakat karena Cukai merupakan salah satu sumber penerimaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca Juga: Sosialisasi Berantas Rokok Ilegal Terus Digencarkan Pemkab Malang
Selain itu, sesuai dengan Pasal 66 A Undang – Undang Nomor 39 tahun 2007 dinyatakan bahwa Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen).
Ini digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau diatur dengan komposisi 30% (tiga puluh persen) untuk provinsi penghasil, 40% (empat puluh persen) untuk kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% (tiga puluh persen) untuk kabupaten/kota lainnya.
Saat ini petunjuk pelaksanaan dari DBHCHT adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.PMK.07/2021 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
Adapun earmarking penggunaan DBHCHT yaitu 50% untuk Kesejahteraan Masyarakat, 40% untuk Kesehatan Masyarakat dan 10% untuk Penegakan Hukum
Sejalan dengan hal tersebut, Kakanwil DJBC Jawa Timur II, Agus Sudarmadi menjelaskan manfaat pemberantasan peredaran rokok ilegal yang beredar di masyarakat.
“Pemberantasan rokok ilegal, salah satunya untuk menjaga keseimbangan. Di satu sisi tumbuh kembang industri legal yang notabene sudah ada. Di sisi lagi bagaimana ada kepentingan menjaga kesehatan masyarakat,” tutur Agus.
“Dalam hal ini jika dilihat dari kacamata manajemen fiqih mudharat, di antara mudharat yang lebih besar, maka tugas pemerintah adalah untuk kepentingan masyarakat maka pilihlah satu yang mudharatnya lebih kecil daripada yang besar,” sambungnya.
Agus menepis anggapan bahwa selama ini penindakan yang dilakukan oleh Kanwil DJBC Jawa Timur II terhadap rokok ilegal hanya untuk kepentingan industri sebagai bagian dari penerimaan negara dan mengabaikan aspek kesehatan.
Menurutnya justru penindakan terhadap peredaran rokok ilegal merupakan salah satu upaya Kanwil DJBC Jawa Timur II untuk berperan aktif dalam menjaga kesehatan masyarakat dari zat-zat berbahaya yang mungkin terkandung di dalam rokok ilegal.
“Kami melihat kesehatan ini sebagai instrumen di situ. Tapi memang penerimaan negara pada aspek kepentingan ekonomi lebih besar. Makanya jika ada anggapan lebih konsentrasi ke industri dan tidak memperhatikan kesehatan, enggak juga,” tegasnya.
“Salah satunya konsentrasi kesehatan dengan legal pita cukai. Uang dari hasil legal pita cukai tadi segera dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk dana bagi hasil cukai dan seterusnya,” jelas Agus.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.07/2023 tanggal 17 Januari 2023 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp 3. 074.758.874.000. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2022 sebesar Rp 2. 141.975.778.000.
Argumentasi itulah yang dipergunakan sebagai dasar bagi Kanwil DJBC Jawa Timur II dalam melakukan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal baik melalui upaya soft approach maupun hard approach.
Upaya soft approach dilakukan dengan melakukan kegiatan sosialisasi sekaligus edukasi mengenai rokok ilegal dan bagaimana mengetahui ciri-ciri rokok ilegal melalui peran serta masyarakat, lembaga pendidikan, aparat penegak hukum, dan juga media massa.
Sedangkan upaya hard approach yang bersifat represif dilakukan melalui operasi langsung berupa penegahan, penindakan, operasi pasar, patroli rutin ke Perusahaan Jasa Titipan (PJT) atau jasa ekspedisi dan patroli di jalan tol termasuk rest area.
Penindakan yang dilaksanakan oleh Kanwil DJBC Jawa Timur II selama periode 1 Januari hingga 20 Desember 2023 lalu mencatatkan hasil yang sangat signifikan. Kanwil DJBC Jawa Timur II berhasil mengamankan 55.750.542 batang rokok ilegal dan 24.296, 12 liter minuman keras (miras) ilegal.
Penindakan tersebut mengamankan potensi kerugian negara sebesar Rp 40.563.543.452 dengan perkiraan nilai barang Rp 66.995.223.131 sebagai bukti komitmen Kanwil DJBC Jawa Timur II dalam menjaga penerimaan negara dari cukai dan menjaga masyarakat dari produk-produk yang mengancam Kesehatan.
Oleh karena itu, Agus meminta partisipasi aktif dari seluruh lapisan Masyarakat untuk berperan serta dalam upaya pemberantasan rokok illegal. Hal yang paling mendasar adalah bahwa Masyarakat harus tahu dan paham dengan ciri-ciri rokok illegal yaitu :
(1) rokok polos atau tanpa dilekati pita cukai,
(2) rokok dengan pita cukai palsu,
(3) rokok dengan pita cukai bekas,
(4) rokok dengan pita cukai berbeda.
Pada rokok dengan pita cukai berbeda terdapat dua kriteria cara mengenali yaitu salah peruntukkan, contohnya Rokok Sigaret Kretek Mesin dilekati Pita Cukai Sigaret Kretek Tangan sehingga masyarakat perlu memastikan tulisan jenis rokok antara di kemasan dan di pita cukai harus sama.
Kemudian salah personalisasi, yaitu rokok tersebut dilekati Pita Cukai milik pabrik lain, dimana Masyarakat harus mencocokkan nama pabrik yang tertulis di kemasan rokok dengan singkatan huruf nama pabrik yang ada di pita cukainya.
Agus juga menambahkan bahwa selain operasi secara rutin, pada setiap tahun berjalan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara serentak di seluruh Indonesia menggelar Operasi Pemberantasan Rokok Ilegal secara terpadu dengan call sign “Operasi Gempur Rokok Ilegal”.
Baca Juga Berita tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
Editor: Herlianto. A