Tugumalang.id – Ada yang patut ditiru dari warga Desa Siruar, Sumatera Utara, dalam peran aktifnya menjaga kualitas sumber daya air sungai. Tak hanya menjaganya agar terbebas dari sampah, mereka juga bahkan rutin membersihkan sungai dari sampah organik seperti eceng gondok atau gulma sekalipun.
Tak heran jika kondisi di aliran Sungai Asahan tampak lebih baik. Kualitas airnya cenderung lebih jernih dari pada sungai-sungai di Jawa yang cenderung coklat. Di sekitarnya, pohon-pohon tropis sebagai kanopinya masih banyak tegak berdiri.
Selain itu, tidak banyak sampah-sampah berceceran. Sejauh pengamatan reporter tugumalang.id yang sempat berkunjung di sepanjang Sungai Asahan bagian Desa Siruar, sampah yang tampak hanya kisaran eceng gondok dan tanaman liar lainnya.
Menariknya, warga desa di sana juga ikut kontribusi dalam membersihkan sungai itu bersama pengelola Wilayah Sungai (WS) Toba Asahan, Perum Jasa Tirta I (PJT I). Secara rutin, mereka melakukan kegiatan pembersihan sampah Sungai Asahan, termasuk di segmen hulu Bendungan Siruar dengan panjang sekitar 15 kilometer.
Setiap bulannya, volume rata-rata limbah padat yang diangkat dari sana bahkan mencapai 200-300 meter kubik atau mencapai 4.000 meter kubik dalam satu tahun. Tak hanya sekedar diangkat, sampah-sampah ini lalu kembali diolah menjadi pupuk kompos dan punya nilai fungsi dan ekonomis kembali.
Pemandangan ini terlihat di Rumah Komposter yang berlokasi tidak jauh dari Sungai Asahan di Desa Siruar. Saat reporter berkunjung ke sana, gunungan sampah yang didominasi sampah organik tampak menggunung.
Di sisi lain, terlihat ibu-ibu melakukan pencacahan sampah yang kemudian diubah menjadi gunungan pupuk kompos. Usut punya usut, Rumah Konposter ini sendiri sudah beroperasi sejak 2020, dibangun oleh PJT I dan PT. Bajradaya Setra Nusa dan Konsultan Artajaya bersama masyarakat.
Kapasitas produksi kompos yang dihasilkan di sana dalam kurun waktu 1 bulan bisa mencapai 500 kg – 1 ton. Tergantung dari volume eceng gondok sebagai bahan baku utamanya yang didapat.
Pupuk Dibagikan Gratis
Lalu, apakah pupuk kompos ini kemudian dijual kembali? Tidak. Pupuk-pupuk kompos ini lalu dibagi-bagikan ke masyarakat yang membutuhkan secara gratis.
Armawati Chaniago, mitra lingkungan di PJT I Rumah Komposter membenarkan jika pupuk-pupuk yang dihasilkan ini memang dibagikan secara gratis. Namun titik poin utamanya bukan disitu, melainkan agar masyarajat di daerah lain ikut mereplikasi upaya ini di desanya masing-masing.
“Kalau rumah komposter ini direplikasikan di tempat lain kan lumayan bisa mendapat penghasilan tambahan. Kalau disini (Rumah Komposrer PJT I, red) kan sifatnya edukasi, jadi memang tidak dijual,” ungkapnya, Kamis (22/12/2022) kemarin.
Rumah Komposter PJT I ini sangat terbuka bagi masyarakat yang ingin belajar. Sederhananya, eceng gondok basah ini dikeringkan selama 15 hari dan dicampur bahan bio treatment yakni herboclyn dan herbocomp.
Kemudian dicacah dengan alat komposter, lalu didiamkan selama 3-7 hari untuk mendapatkan suhu dan kelembaban sesuai standar yang dipersyaratkan sehingga menjadi kompos yang aman digunakan.
Kompos dari eceng gondok yg dikelola disini sendiri sudah sesuai dengan peraturan dari Kementerian Pertanian dan telah melewati sertifikasi pengujian dari laboratorium lingkungan di Medan.
Selain itu, kegiatan rumah komposter ini juga menyerap sejumlah tenaga kerja lokal sebagai operator komposter. Pekerja rumah komposter didominasi oleh para wanita atau ibu-ibu di sekitar Desa Siruar. Hal ini juga membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar.
Pada prinsipnya, langkah ini menjadi bagian kecil dari upaya konservasi sumber daya air sungai yang diemban PJT I.
Direktur Operasional PJT I, Bapak Milfan Rantawi menyampaikan bahwa limbah eceng gondok diambil agar tidak mengganggu ekosistem sungai dan operasional intake PLTA yang berada di Bendungan Siruar.
“Selain bertujuan untuk menjaga kualitas air, pemeliharaan sungai juga merupakan upaya optimasi fungsi bangunan prasarana sumber daya air sebagai penyuplai kebutuhan air maupun pengendali banjir,” paparnya.
Produk pupuk kompos ini juga telah dibuktikan tingkat keamanannya. Dari testimoni masyarakat penerima bantuan, mereka menyatakan bahwa kompos ini telah meningkatkan produksi tanaman mereka. Baik untuk tanaman non pangan maupun tanaman pangan, seperti jagung dan padi.
“Ke depannya kami mengharapkan rumah komposter ini dapat berkembang dan meningkat kapasitas produksinya,” harapnya.
Milfan juga berharap muncul rumah-rumah komposter lain di tingkat masyarakat, dari hulu hingga hilir. “Bisa belajar disini lalu direplikasikan di tempat mereka masing-masing,” ujarnya.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A