Tugumalang.id – Desas desus keberasaan penganut aliran Freemason tampaknya masih terdengar di Malang. Beberapa pihak kerap mengaitkan aliran freemason dengan iluminati, teori konspirasi hingga organisasi rahasia. Lantas apakah benar penganut aliran ini masih eksis di Malang?
Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Malang, Agung Buana, menjelaskan bahwa jejak penganut aliran freemason memang masih bisa ditemui hingga saat ini di Malang. Mulai lambang freemason di nisan makan hingga di bangunan gedung.
Agung mengatakan bahwa lambang freemason identik dengan bentuk jangka dan penggaris siku-siku yang saling berhadapan. Lambang ini salah satunya bisa ditemui di salah satu nisan makan di TPU Sukun atau Kuburan Londo, Jalan S Supriadi, Kota Malang yang sudah ada sejak era kolonial Belanda.
“Jadi awal ketahuannya itu saat mereka meninggal. Itu salah satunya ditemukan di Makam Sukun. Di sana banyak nisan yang terdapat lambang lambang freemason seperti jangka, lalu untaian daun palma hingga mata iluminasi,” bebernya.
Kemudian lambang ini juga masih bisa ditemui di gedung Shalimar Boutique Hotel, Kota Malang. Disebutkan, konon dahulu lokasi ini pernah menjadi tempat pertemuan hingga kegiatan ritual penganut aliran freemason.
Lambang freemason juga ditemukan di bangunan di Jalan Aris Munandar hingga Jalan Welirang. Namun bangunan itu sudah tidak ada.
Dia mengatakan, keberadaan aliran freemason di Malang memang pernah berkembang pesat dan mencapai puncak kejayaan di era kolonial Belanda yakni sekitar tahun 1930. Saat itu menurutnya, perkebunan kopi dan tebu di Malang sedang booming yang membuat pamor wilayah Malang meningkat.
Aliran ini mulai meredup di Malang saat pasukan Jepang memasuki Indonesia pada 1942. Penganut aliran freemason kemudian menurutnya turut menjadi tahanan bersama warga Belanda lain di Intermiran atau rumah tahanan untuk Belanda di Kota Malang.
“Kemudian mereka masuk atau berkembang lagi tahun 1947-1949. Tapi ritualnya berpindah ke wilayah Poncokusumo, Nongkojajar hingga Batu,” imbuhnya.
“Penganut freemason ini melakukan aktivitas dan pemujaan di tempat tempat tertentu. Ritualnya tertutup dan misterius. Isunya mereka minum darah hingga memotong kelinci. Sebenarnya makan kelinci kan biasa aja, tapi kalau tertutup kan jadi agak aneh,” ungkapnya.
Agung mengatakan bahwa penganut aliran freemason diduga masih ada di Malang hingga saat ini. Namun pihaknya belum bisa membuktikan dan memastikan titik lokasi yang menjadi tempat pertemuan mereka. “Saat ini kata orang, bisik bisiknya masih ada,” ujarnya.
Padahal menurutnya, penganut aliran freemason sejatinya sudah pernah dihilangkan pada era kepemimpinan Presiden Ir Soekarno atau Bung Karno. Dia mengatakan, Bung Karno pernah menerbitkan surat edaran tentang penghentian atau pembekuan organisasi freemason pada 1960 lalu.
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A