MALANG – Toko retail modern di Kota Malang bisa dibilang sangat dimudahkan dalam kebijakan satu harga minyak goreng Rp 14 ribu yang ditetapkan Kementerian Perindustrian. Hal itu berbanding terbalik dengan apa yang dialami pedagang pasar tradisional.
“Pada saat kebijakan itu diterapkan, di retail retail modern itu mudah karena hubungannya langsung dengan distributor bahkan produsen,” kata M Sailendra, Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskopindag) Kota Malang, Senin (31/1/2022).
Menurutnya, toko toko retail modern bisa dengan mudah melaporkan ketersediaan minyak gorengnya kepada distributor. Sehingga proses klaim subsidinya bisa berjalan lancar.
“Mereka mudah melaporkan stok yang ada, harganya sekian. Untuk meminta pengembalian harga kulakan itu untuk retail modern boleh,” ucapnya.
Namun ketika yang melaporkan adalah pedagang pasar tradisional atau pedagang eceran, maka mekanismenya menjadi sulit. Sebab menurutnya, pedagang pasar tradisional memasok dagangannya dari distributor yang bermacam macam karakter, sehingga prosesnya berantai rantai.
“Sehingga untuk meminta klaim subsidi atau pengganti harga awal kan sulit. Itu kondisi lapangan seperti itu,” bebernya.
Berdasarkan laporan dari Asosiasi Pedagang Retail Indonesia (Aprindo) Kota Malang, Sailendra mengatakan bahwa stok minyak goreng di Kota Malang sangat mencukupi.
“Masalahnya adalah pada saat diterapkannya kebijakan satu harga yang cuma jeda sehari. Ada selisih Rp 5-6 ribu atau dari Rp 19 ribu jadi Rp 14 ribu, ini di masyarakat ada panic buying,” paparnya.
“Akhirnya retail melakukan pembatasan. Bahkan beberapa tempat retail bilang kekurangan stok,” imbuhnya.
Namun hal ini tidak terjadi di pasar tradisional di Kota Malang. Para pedangan justru masih memiliki ketersediaan dengan harga lama.
“Sebetulnya di pasar tradisional itu kan masih ada ketersediaan minyak goreng walaupun harganya di atas Rp 14 ribu,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan peninjauan harga minyak goreng ini baik di toko retail modern maupun pasar tradisional. Bahkan satgas pangan dari kepolisian melakukan pemantauan juga.
“Sampai saat ini kan sebetulnya tak ada indikasi penimbunan, tidak ada. Hanya panic buying aja,” ungkapnya.
Untuk itu, saat ini pihaknya telah bersurat secara resmi ke Kementerian Perdagangan untuk menyampaikan kondisi yang ada di daerah.
“Situasi seperti ini telah kami sampaikan ke Kementerian Perdagangan bahwa kondisi di daerah seperti ini. Sehingga kami minta peninjauan ulang terhadap kebijakan subsidi yang tepat itu seperti apa,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
editor:jatmiko