Tugumalang.id – Tingkat ekspor komoditi tanaman hias asal Kota Batu melesat tajam. Dari catatan Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perdagangan Kota Batu, tingkat ekspor tanaman hias ini mencapai Rp 8 miliar selama setahun pandemi COVID-19 pada 2021 lalu.
Kabid Perdagangan Diskumdag Kota Batu, Nurbianto Puji menuturkan bahwa total perputaran uang dalam komoditi ini cukup mendominasi dibanding komoditi lain. Mengalahkan sektor pertanian seperti sayuran hingga kerajinan tangan.
Disebutkan dia, dari kegiatan ekspor yang tercatat, tanaman hias menyumbang perputaran uang hingga di angka 80 persen atau sekitar Rp 6 miliar pada tahun 2021 lalu. ”Itu belum lagi ada potensi terlewat karena ekspor biasanya dilakukan individu,” jelas dia.
Seperti diketahui, peminat tanaman hias selama masa pandemi COVID-19 memang terbilang meningkat drastis.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu, Sugeng Pramono menuturkan bahwa jenis tanaman hias yang banyak diekspor adalah jenis Sandersonia dan jenis Zephyranthes.
Selama ini pula, kata dia, pihaknya terus memberikan pelatihan kepada petani terutama terkait kegiatan ekspor tanpa melalui pihak ketiga. Jika petani tanaman hias bisa mandiri, keuntungannya bisa lebih tinggi.
”Kami juga akan beri mereka wawasan untuk membaca pangsa pasar luar negeri karena potensi bisnisnya masih terbuka lebar. Kita punya banyak barangnya,” sebutnya.
Hal ini dibenarkan Ketua Jaringan Petani Nasional Kota Batu, Juni Purnomo. Bahkan, para petani tanaman hias sampai kewalahan. Bahkan, sampai ada sejumlah tanaman jadi langka. Bagaimana tidak? Permintaan pasokan bisa sampai 2.000 unit tiap bulannya.
”Seperti yang awalnya tanaman kelas hias sekarang bisa jadi kelas koleksi. Stoknya di Kota Batu sudah tipis sekali. Terus terang sudah mulai sulit,” kata dia.
Dia mencontohkan seperti tanaman jenis Anthurium Kuping Gajah dan Philodendron itu banyak diminati di Belanda dan Amerika Serikat. Untuk di Jepang dan Rusia, banyak mencari tanaman jenis Agave Titanota dan Sanseveira Trifasciata.
Menghadapi kondisi itu, dia berharap dinas terkait melakukan pendampingan kepada petani, terutama untuk menyediakan laboratorium kultur jaringan. Kenapa? Karena memang kondisi itu tercipta karena banyak petani masih menggunakan cara lama.
Jika difasilitasi oleh laboratorium kultur jaringan, kata dia, maka kendala budi daya perbanyakan tanaman itu bisa diatasi. Metode kultur jaringan sudah dijalani banyak petani di Thailand dan Filipina.
”Jadi kondisinya begini, kita sering banyak diminta dari luar negeri. Mereka juga berani bayar mahal. Kan sayang jika ditolak terus, pasokan ekspor jalan, kita juga sejahtera. Saya berharap sekali dinas terkait mendengar ini,” harapnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti