Malang–Pepatah Jawa “Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata” yang berarti setiap daerah memiliki adat-istiadat masing-masing, setiap negara mempunyai undang-undang dan peraturan yang mengatur tata kehidupan rakyatnya yang berbeda satu dengan yang lain.
Diterbitkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memperluas kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, namun bukan berarti keluar dari kerangka ketatanegaraan NKRI.
Salah satu bentuk kewenangan desa adalah membentuk produk hukum desa. Pembentukan produk hukum desa bertujuan untuk penyelenggaraan pemerintahan desa, mengatur pelaksanaan pembangunan, pembinaan masyararakat, pemberdayaan masyarakat dan pelayanan umum.
Oleh karena itu, pentingnya pemahaman yang benar terhadap fungsi, kedudukan dan tata cara pembuatan produk hukum desa yang harus diketahui oleh aparat pemerintah desa supaya produk hukum yang dibuat benar-benar dapat berfungsi dengan optimal sebagaimana mestinya dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
Oleh sebab itu, salah satu cara yang dapat dilaksanakan sebagai upaya pengoptimalanan pelaksanaan perundang-undangan desa maka dilaksanakanlah kegiatan pendampingan pembuatan produk hukum bagi perangkat desa yang berada di Kecamatan Pakis Kabupaten Malang oleh Tim Pengabdian Masyarakat Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakulta Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang.
Pengabdian masyarakat yang dilaksanakan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan November 2021 ini terdiri dari kegiatan sosialisasi, pelatihan pembuatan produk hukum desa, dan pendampingan.
Diharapkan dengan adanya kegiatan ini para aparat perangkat desa dapat menghasilkan produk hukum desa yang sesuai dengan kaidah legal drafting dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Para peserta yang terdiri dari kepala desa, sekretaris desa dan kasi pemerintahan sangat antusias mengikuti pelatihan. Saat sosialisasi maupun pelatihan banyak peserta yang bertanya mengenai prosedur pembuatan peraturan desa, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan, dan klarifikasi. yang sering membuat mereka bingung adalah pada proses klarifikasi.
Karena selama ini jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Desa Sumperpasir, Bapak Muhdlor.
“Setelah ranperdes diserahkan kepada Bupati seringkali kami tidak mendapatkan balikan, apakah memang seperti itu prosesnya? Kami tidak pernah tau kalau harusnya ada evalusi dan klarifikasi”, ujarnya.
Sebelum proses klarifikasi akan ada proses evaluasi yang intinya merupakan proses pengkajian dan penilaian terhadap peraturan di desa untuk mengetahui apakah bertentangan dengan kepetingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Saat klarifikasi, hasil koreksi dan tindaklanjut dari Bupati akan disampaikan kepada Kepala Desa melalui Camat. Kemudian akan ada tindaklanjut apakah dibatalkan atau ditetapkan.
Kegiatan sosialisasi dan pelatihan berjalan lancar dan mendapatkan antusias dari para peserta. Mereka merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan ini. Salah satu peserta, yaitu Bapak Wawan (Sekdes Sukoanyar) menyampaikan pendapatnya tentang kegiatan ini. Mereka merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan pengabdian kepada masyarakat oleh tim dari UM ini.
“Kegiatan pelatihan ini yang kami tunggu-tunggu, kami para perangkat di desa ini sangat butuh informasi mengenai cara membuat perdes yang benar, selama ini kami hanya mencontoh saja dari perdes ataupun peraturan kepala desa yang sudah ada”, ujarnya.
“Kami berharap tim pengabdian UM ini dapat terus mendampingi desa, khususnya pemerintah desa di Kecamatan Pakis ini dalam proses pembuatan produk hukum”, Pak Wawan menambahkan.
Tim Pengabdian UM yang terdiri dari Dosen Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan dan dibantu beberapa mahasiswa ini menyambut baik harapan dari para peserta. Pada agenda pengabdian tahun depan akan diusahakan dapat melaksanakan pendampingan yang intens kepada setiap Pemerintah Desa di Kecamatan Pakis Kabupaten Malang dan bisa juga diperluas ke beberapa daerah di Kabupaten Malang.(*)