MALANG — Potensi produksi sampah di Kota Malang mencapai 700 ton per hari. Tercatat, sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang Kota Malang mencapai 480 ton dalam waktu sehari.
“Produksi sampah di Kota Malang sehari mencapai 700 ton. Kalau yang masuk di TPA sekitar 480 ton seharinya,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Wahyu Setiyanto, Senin (15/11/2021).
Menurutnya, perbedaan potensi dan jumlah sampah yang masuk ke TPA terjadi lantaran sudah dipilah di sejumlah Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di Kota Malang. Selain itu, keberadaan pemulung juga berperan besar terdapat pengurangan sampah di Kota Malang.
“Jadi yang masuk ke TPA itu mayoritas sudah sampah organik, yang organik sekitar 65 persen. Sisanya sampah non organik seperti plastik hingga kardus,” jelasnya.
“Kalau sampah organik KAMI olah jadi kompos, yang non organik kami cacah. Kami ada mesin pencacahnya di sana,” imbuhnya.
Namun menurutnya, hasil cacahan sampah non organik tersebut masih belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Sehingga hasil sampah cacahan itu masih menumpuk di TPA Supit Urang.
“Sementara ini hasil cacahan kita belum bisa diapa apa kan. Regulasi kita kan yang mengatur hasil cacahan harus dikemanakan ini belum ada,” bebernya.
Untuk itu, kini pihaknya tengah berupaya untuk merancang regulasi pemanfaatan hasil cacahan sampah tersebut melalui berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup.
Wahyu menilai, hasil cacahan sampah non organik yang mayoritas terdiri dari bahan plastik itu sebenarnya sangat bisa dimanfaatkan.
“Itu sebenarnya kalau dijual, sebenarnya bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita. Cuman sementara ini belum, ya kita tumpuk aja seperti itu. Makanya mudah mudahan segera ada regulasinya,” paparnya.
Wahyu juga mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mengembangkan sistem pengelolaan sampah melalui proyek sanitary landfill di TPA Supit Urang.
“Di sanitary landfill itu nanti sampah masuk ditimbang, sehari berapa ton. Setelah itu masuk ke tempat pensortiran. Di sana yang sampah organik langsung dibuat pupuk, yang non organik baru diproses di pencacahan,” jelasnya.
“Kalau ada sisa sisa lagi dibuang ke lanfild nya, diendapkan di sana. Termasuk yang organik juga. Diendapkan, dikasih tanah, sehingga nanti cairan dari sampah akan keluar. Kemudian cairan itu akan diproses menghasilkan gas metan,” imbuhnya.
Dia menuturkan, proyek sanitary landfill tersebut sudah dioperasikan sejak sebulan yang lalu. Disebutkan, proses yang sudah dioperasikan diantaranya, pemroduksi kompos hingga pencacahan.
“Jadi tinggal pengoperasian yang pengepressan. Rencananya insyaallah di 2022. Alat alatnya dari Jerman sudah datang,” tambahnya.
Wahyu juga memastikan bahwa pemulung yang biasa mengais rezeki di TPA Supit Urang tetap bisa memulung di TPA tersebut meski sudah ada sanitary landfill.
“Kalau untuk pemulungnya masih bisa di TPA, bukan di sanitary lanfild nya. Jadi pemulungnya masih ada, kalau tanpa ada pemulung kami juga akan keberatan. Karena pengurangan sampah juga dari pemulung,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Sujatmiko