BATU – Melonjaknya permintaan tanaman hias ditengah pandemi kembali meredup usai PPKM Darurat diterapkan. Sebagai wilayah pemasok tanaman hias terbesar, nyatanya petani tanaman hias Kota Batu terseok seok juga lantaran kesulitan dalam proses distribusi.
Tanaman hias Kota Batu yang mayoritas pasarnya berada di luar Kota Batu terpaksa harus mengencangkan ikat pinggang. Pembatasan mobilitas ternyata juga berdampak pada menurunnya permintaan tanaman hias.
Sugiono (43), petani bunga mawar Desa Sidomulyo, Kota Batu mengaku harus rela menurunkan harga bunganya demi kembali memikat minat pembelinya. Tanaman bunga mawar yang biasa dia jual dengan harga Rp 6.000 harus diturunkan hingga Rp 3.000 per polybag.
“Tanaman kami sepi pembeli sejak awal PPKM Darurat. Karena memang mayoritas pembeli kita dari Jawa Tengah dan Bali. Mereka biasanya kesini tapi sekarang karena disekat, gak bisa kesini,” ujarnya, Rabu (28/7/2021).
“Dari Jawa Tengah sasuk Jawa Timur saja sudah sulit. Meski bisa masuk dengan persyaratan rumit itu, tapi disana juga gak bisa jualan karena peminatnya juga menurun. Pembeli saya mayoritas juga penjual juga,” imbuhnya.
Lantaran tak laku, Sugiono harus memangkas bunganya yang sudah tak layak jual agar bisa tumbuh tangkai bunga yang baru. Namun pemangkasan ini beresiko pada pembengkakan biaya perawatan bunganya yang berada di lahan 800 meter persegi itu.
Dia harus kembali memupuk hingga penyemprotan pestisida agar tanaman berbunga dengan baik lagi. Sehingga biaya perawatan bunga ini harus digelontorkan lebih banyak lagi sementara disisi lain pendapatannya berkurang drastis.
“Kalau terus terusan seperti ini tentu kami harus ganti profesi. Sejak PPKM ini baru 5 pembeli yang datang kesini, itupun sedikit dan mereka warga Kota Batu,” paparnya.
Dalam PPKM Darurat yang sudah diperpanjang dengan PPKM Level 4 hingga 2 Agustus 2021 ini, dia berharap pemerintah tak memperpanjang lagi agar para petani tanaman hias bisa kembali mendistribusikan tanamannya ke luar kota.
“Sekarang ini yang terparah, dulu kita mungkin hanya kalah dengan saingan bunga lain yang lagi tenar. Tapi dulu kita masih bisa jualan, lah sekarang kemana mana gak bisa” kata Sugiono yang sudah bertani bunga mawar sejak 1990 itu.
Sementara itu, Ibadi Sholikin, petani bunga mawar Desa Sidomulyo, Kota Batu mengaku juga mengalami kesulitan pengiriman bunga ke luar kota. Dimana mayoritas pembelinya merupakan warga luar kota.
“Pembeli saya biasanya ada yang datang kesini, ada juga permintaan untuk mengirim ke luar kota juga. Ada dari Pontianak, Flores, Jogja dan lainnya,” ujar Sholikin yang sudah berprofesi sebagai petani bunga mawar sejak 1998 itu.
Menurutnya sebelum PPKM Darurat, dia bisa mengirim bunga mawar ke luar kota hingga 10 ribu polybag dalam waktu seminggu. Namun kini dikatakan sejak PPKM Darurat, menjual 1.000 bunga saja sulit sekali.
“Kalau gak laku ya dibakar saja, kemudian nanam tanaman lain saja. Karena bunga mawar ini rumit perawatannya. Kalau sudah dipotong sekali dua kali tetap gak terjual maka mau gak mau ya dibakar saja. Kalau terus dirawat ya rugi sedangkan pendapatan gak ada,” ucapnya.