Tugumalang.id – Belum ke Gunung Kawi kalau belum makan Soto Pojok. Itulah yang diyakini pelanggan Sumartun (71), pemilik Soto Pojok yang menyajikan soto ayam kampung khas Gunung Kawi.
Hal itu wajar, karena soto yang diracik oleh Sumartun memang memiliki rasa gurih, segar, dan aroma yang khas. Menyantap semangkuk soto ayam di sana bisa menghangatkan badan di tengah udara gunung yang sejuk.
Soto Pojok rupanya sudah eksis sejak masa penjajahan Jepang, yaitu pada tahun 1942. Memang pada saat itu, Gunung Kawi sudah menjadi jujugan orang untuk berziarah dan berdoa. Menurut Sumartun, Soto Pojok adalah warung soto pertama yang ada di Gunung Kawi.
“Mbah buyut saya orang sini. Dulu belum ada yang jual soto, ibu saya sudah jual soto,” katanya saat ditemui wartawan Tugu Malang ID, Minggu (5/2/2023).
Rahasia Soto Pojok Gunung Kawi
Rahasia kelezatan sotonya, menurut Sumartun, terletak di bumbunya yang kaya rempah. Ada kunyit, jahe, kencur, lengkuas, dan kemiri. “Tapi yang paling banyak itu kunyitnya, biar kuahnya agak kuning,” tambah dia.
Rahasia lainnya adalah ia membuang lemak pada ayam sebelum direbus. Inilah yang membuat kuahnya bening dan terasa segar.
Untuk koyah, Sumartun mengatakan ada dua jenis yang ia taburkan di atas soto, yaitu koyah yang terbuat dari kelapa serta koyah yang terbuat dari bawang merah dan bawang putih.
“Koyahnya terbuat dari kelapa yang digoreng kering, terus ditumbuk. Terus yang satunya (terbuat) dari bawang putih sama bawang merah yang digoreng,” jelas Sumartun.
Semangkuk soto seharga Rp 20 ribu ini disajikan dengan nasi, bihun, potongan ayam, telur rebus, taburan koyah, dan potongan daun bawang.
Dia juga menyajikan pilihan lauk seperti tahu goreng, tempe goreng, perkedel, telur rebus, dan telur asin. Namun, pembeli yang menyantap lauk tambahan ini harus membayar ekstra sesuai dengan jenis dan jumlah lauk yang diambil.
“Di meja juga ada sambal yang kami buat dari cabe asli dan dikasih garam sedikit. Lalu ada kecap manis dan jeruk nipis,” imbuh Sumartun.
Pelanggannya Dari Berbagai Daerah
Pelanggan Soto Pojok Gunung Kawi tak hanya berasal dari masyarakat sekitar saja, tetapi juga wisatawan dari berbagai daerah dan etnis. Beberapa di antara mereka bahkan telah menjadi pelanggan selama puluhan tahun.
“Dulu anaknya, mantunya, cucunya, diajak ke sini (oleh pelanggan). Lha sekarang kalau orang tuanya sudah nggak ada atau sudah nggak kuat ke sini, mereka masih ke sini,” kata Sumartun.
Di usia senjanya, Sumartun masih giat meracik soto dan menyajikannya pada pelanggan. Saat ditanya apa yang membuatnya tetap bersemangat berjualan, Sumartun menjawab ia telah memiliki pelanggan yang terus mencari sotonya.
“Di mana-mana ada soto, tapi mereka yang cocok di sini,” pungkasnya.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Herlianto. A