Tugumalang.id — Keramaian seringkali dipandang hal lumrah ketika terdapat acara atau kegiatan tertentu. Namun, siapa sangka bahwa kelebihan jumlah orang yang berada apalagi di suatu ruang terbatas hingga menjadi sangat padat bisa mengakibatkan jatuhnya kerumunan atau biasa disebut crowd crush. Crowd crush dapat membuat massa di dalamnya mengalami kesulitan bernapas, gagal jantung, jatuh terinjak-injak hingga memakan korban jiwa. Kondisi ini pun pernah terjadi di berbagai dunia dan beberapa diantaranya menjadi sorotan dunia. Untuk itu, Tugumalang.id telah merangkum 6 tragedi crowd crush yang telah renggut ratusan hingga ribuan jiwa di dunia.
1. Tragedi di Victoria Hall
Dikutip dari Sunderland Local Studies Centre, pada tanggal 16 Juni 1883, sekitar 2.000 anak-anak dengan rentang usia 7-11 tahun berkumpul di Victorial Hall, Manchester, Inggris. Mereka diberi tiket untuk menonton pertunjukan penghibur keliling bernama Aquarium Tynemouth. Anak-anak tersebut sangat bersemangat. Karena pertunjukan tersebut menawarkan undian berhadiah seperti buku dan mainan.
Saat pertunjukan berakhir, diumumkan bahwa hadiah akan diberikan kepada anak-anak dengan tiket undian tertentu saat mereka bubar. Pada saat yang bersamaan, hadiah mulai dibagikan untuk anak-anak di lantai dasar. Tidak mau ketinggalan, sebanyak 1.100 anak di galeri mulai turun ke bawah untuk mengambil hadiah mereka. Di kaki tangga, pintu keluar telah dibuka ke arah dalam dan dibaut sehingga menciptakan celah sekitar 50 cm agar memudiahkan petugas memeriksa tiket mereka.
Naasnya, karena sedikitnya orang dewasa yang hadir dan tidak ada yang mengatur antrian, anak-anak yang telah membanjiri tangga sempit dan curam tidak dapat dikontrol. Anak-anak di bawah tangga terdorong ke depan oleh anak-anak di belakang hingga mereka terjatuh, terinjak, dan tak bisa bernapas. Akhirnya, orang-orang dewasa di aula menyadari bahwa anak-anak terjebak dan mulai menarik mereka lewat celah sempit. Setidaknya 183 anak-anak tewas dalam tragedi itu. Kebanyakan dari mereka meninggal akibat asfiksia (kondisi saat kadar oksigen dalam tubuh berkurang).
2. Tragedi Terowongan Mina
Beralih ke tragedi crowd crush besar di abad ke-20. Pada tanggal 3 Juli 1990, sebuah tragedi terjadi pada para jemaah haji di Arab Saudi. Dilansir dari Los Angeles Time, peristiwa bermula ketika sekitar 5.000 jamaah haji berjalan kaki menuju terowongan yang menghubungkan antara Mekkah dan Mina menuju Jembatan Jamarat untuk melakukan prosesi lempar Jumrah. Insiden terjadi saat jemaah haji berhenti di tengah-tengah terowongan agar dapat merasakan sejuknya AC dan jemaah di luar mulai mendorong ke depan demi menghindari panas yang mencapai 112 F (44 C) pada saat itu. Saksi menceritakan bahwa ventilasi di terowongan berhenti.
Alhasil, para jemaah mulai terinjak-injak, kekurangan oksigen, pingsan, dan kehilangan nyawa mereka. Selain itu, kelebihan kapasitas juga menjadi penyebab crush crowd pada saat itu. Harusnya, terowongan tersebut hanya bisa menampung 1.000 jemaah haji, namun membengkak hingga 5.000 jamaah haji. Dilaporkan sekitar 1.400 lebih jemaah haji meninggal dalam tragedi ini. Mayoritas korbannya berasal dari Indonesia dan Malaysia.
Selang 25 tahun kemudian, 24 September 2015, insiden kembali terjadi dan memakan lebih banyak korban sehingga tercatat sebagai tragedi ibadah naik haji terparah di dunia. Sekitar 2.400 nyawa menghilang akibat terinjak-injak. Dilansir dari The New York Times, kejadian terjadi di jalan-jalan menuju jembatan Jamarat, yaitu Jalan 204 dan Jalan 223. Ratusan ribu jemaah sedang berjalan kaki melewati jalan itu untuk sampai ke jembatan, namun pada saat yang bersamaan arus balik jamaah yang telah menyelesaikan lempar Jumrah juga bergerak ke arah yang sama. Kepadatan yang tidak dapat terhindarkan kemudian mengakibatkan para jemaah terinjak-injak dan kesulitan bernapas, ditambah suhu yang mencapai 118 F atau 47,8 C.
3. Tragedi Jembatan Baghdad
1 September 2005 tercatat sebagai hari kelam dalam sejarah Irak setelah invasi Amerika Serikat pada Maret 2003. Dilansir dari The Guardian dan Aljazeera kejadian bermula dari kerumunan peziarah yang akan berkumpul di Masjid Al-Kadhimiyah di Baghdad Utara untuk memperingati kematian seorang imam terkemuka di abad ke-8, Moussa Al-Khadim, salah satu dari 12 imam yang dihormati masyarakat di Syiah. Untuk mencapai ke Masjid Al-Khadimiyah, peziarah harus menyebrangi jembatan Al-Aaimmah, Baghdad.
Kemudian, terdapat oknum yang menyebarkan desas-desus bahwa terdapat seorang teroris yang ingin melakukan bom bunuh diri di kerumunan tersebut. Hal itu menyebabkan kepanikan massal. Peziarah yang terdiri dari wanita, anak-anak, dan orang tua banyak yang terinjak-injak hingga mati, terhimpit, dan kesulitan bernapas. Banyak diantaranya juga jatuh dari jembatan dan berakhir tenggelam di Sungai Tigris di bawahnya. Dikabarkan 965 orang meninggal dan 465 lainnya terluka dalam tragedi crowd crush ini.
4. Tragedi Festival Air Phnom Penh
Warga Kamboja mempunyai festival untuk merayakan berakhirnya musim hujan bernama festival air. Dilansir dari Reuters, tiap tahun, sekitar 2 juta penduduk Kamboja akan berkumpul ke Phnom Penh dan bersuka ria dengan mengambil bagian untuk lomba perahu naga dan kembang api. Sayangnya, hari terakhir perayaan festival air di jembatan gantung yang menghubungkan Phnom Penh dan Pulau Koh Pich harus berakhir tragis pada tanggal 23 November 2010 silam.
Kejadian bermula saat ribuan orang panik setelah mendengar ada yang tersengat listrik dan polisi mengatakan bahwa jembatan akan runtuh. Massa yang panik lalu ingin melarikan diri, namun naas karena padatnya manusia di jembatan gantung, mereka lalu terjepit, terinjak-injak, dan kesulitan bernapas hingga kurang lebih 3 jam. Tragedi ini pun memakan 375 korban jiwa dan 775 orang terluka.
5. Tragedi Stadion Kanjuruhan
Tragedi yang melibatkan supporter bola Indonesia ini sangat menyita perhatian dunia. Dilansir Antara News, pada tanggal 1 Oktober 2022, pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan tersebut membuat Aremania, penggemar Arema FC, menerjang area lapangan. Kerusuhan membesar karena beberapa suar dan benda-benda di lempar ke arah lapangan. Aparat kepolisian dan TNI lalu bermaksud membubarkan massa dengan menggunakan gas air mata.
Supporter lalu berhamburan ingin menyelamatkan diri dari perihnya gas air mata. Salah satu pintu keluar adalah pintu nomor 13. Diketahui, di titik tersebut memakan banyak korban karena crowd crush. Meski pintu terbuka sedikit, akses untuk keluar tetap sulit karena area di pintu 13 terlalu padat. Selain itu, terdapat gas air mata yang ditembak kea rah tribun, menyebabkan supporter panik hingga sesak napas. Total 135 orang dinyatakan tewas akibat patah tulang, trauma pada kepala dan leher, dan asfiksia.
6. Tragedi Halloween Itaewon
Halloween di tahun ini nampaknya akan menjadi perayaan paling menyedihkan dalam sejarah Korea Selatan. Dilansir dari BBC dan The Guardian, pada hari Sabtu (29/10/2022), anak muda Korea berkumpul ke Itaewon untuk merayakan hari Halloween. Karena tahun ini adalah perayaan perdana Halloween setelah ditiadakan selama 2 tahun karena pembatasan COVID-19, masyarakat sangat antusias hingga diperkirakan ada 100.000 orang berkumpul di sana. Untuk diketahui, Itaewon dikenal sebagai tempat pesta dengan banyak jalan menurun dan gang-gang yang dipenuhi bar dan restoran.
Semakin larut, semakin ramai pula pengunjung yang datang. Banyak orang-orang mulai memadati jalanan dan gang-gang. Insiden paling mengerikan terjadi di sebuah gang sempit berukuran kira-kira 4 meter dan curam menurun ke bawah di sebelah Hotel Hamilton. Pada jam 22.20 waktu setempat di gang tersebut, massa sudah tak dapat terbendung sehingga orang-orang yang berada di bawah terjatuh dan terjepit seperti efek domino. Sementara orang-orang di belakang terus mendorong tanpa tahu apa yang terjadi di depan. Aparat polisi, ambulans, pemadam kebakaran, relawan, hingga pejalan kaki pun dikerahkan untuk membantu para korban. Kebanyakan dari mereka mengalami kesulitan bernapas dan gagal jantung. Sebanyak 155 orang dinyatakan meninggal dan mayoritas masih berumur 20-an.
Penulis: Nurukhfi Mega Hapsari
editor: jatmiko