MALANG – Oknum pengacara di Malang, RN (54) dan MS (54) dilaporkan 9 warga Pasuruan ke Polresta Malang Kota, Rabu (23/6/2021). Keduanya dilaporkan atas tuduhan penipuan dengan iming-iming mampu meloloskan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tanpa tes alias jalur belakang.
Berdasarkan data di KTP, kedua terlapor merupakan warga Kelurahan Arjowinangun, Kedungkandang, Kota Malang. Diduga, keduanya adalah sindikat calo tipu-tipu dengan korban mencapai ratusan di seluruh Indonesia.
Di Pasuruan, ada 9 korban yang senasib dan sepakat untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Didampingi Ketua LSM Peduli Bangsa Jatim Wilayah Malang Raya, Tjandra Febryanto, mereka berharap kasus ini bisa diusut tuntas agar tidak ada korban-korban lainnya.
Menurut Tjandra, korban yang tercatat mencapai 152 orang. Tersebar di Mojokerto, Pasuruan hingga Bandung. ”Yang saya dampingi ini hanya warga dari Pasuruan saja dengan total kerugian sekitar Rp422 juta. Nah kalau sesuai catatan saya ada 152 orang ya totalnya bisa sampai Rp 7,1 miliar,” ungkap Tjandra usai pelaporan.
Selain penipuan, Tjandra juga memperkarakan soal dugaan pemalsuan dokumen negara. Dimana dalam aksinya, terlapor bahkan bisa membuat salinan dokumen SK pengangkatan PNS yang sama persis dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Mulai logo Burung Garuda, Kop Surat BKN, NIK Pegawai hingga tanda tangan dari Kepala BKN. Namun saat dicek, nama peserta CPNS tidak terdaftar di Pemda setempat, NIK itu palsu,” beber Tjandra menunjukkan bukti foto SK tersebut.
Terpisah, salah satu korban SH (56) yang ikut mendaftarkan 3 nama anaknya mengaku terperdaya oleh pelaku karena mengaku sebagai pengacara gaek dengan banyak channel di Pemerintah Pusat. Selain itu, perkenalan dengan pelaku juga terjalin dari salah satu rekan aparat.
Dari latar belakang itu, dirinya percaya dan berani menginvestasikan uang senilai Rp132 juta untuk 3 nama agar dimuluskan jalannya diangkat jadi PNS. Janji itu diutarakan pelaku sejak 2017 silam dan akan turun SK-nya pada 2018.
”Namun janji itu molor-molor terus, katanya Januari 2018, mundur lagi Maret 2018 dan masih mundur. Lalu, akhirnya kami diberi SK yang ternyata palsu,” tutur SH.
”Saat kami cek lewat pengumuman online, nama anak saya yang saya titipkan itu gak ada. Saya tanya dia (pelaku), tapi alasannya dia bilang memang gak ada kalau di online, karena ini pakai jalur khusus,” tambahnya.
Sejak itu, dirinya mulai tersadar jika pelaku tak bisa membuktikan janjinya. Para korban juga terhitung sudah 2 kali bertemu langsung dengan pelaku dengan menandatangani surat perjanjian.
”Sampai saat ini, anak-anak kami terbukti gak ada yang diterima. Sampai sekarang, kita ke rumahnya kosong, ngakunya ada di Bandung. Sekarang, kami ingin uang saya kembali saja,” ujarnya.
Dari situ juga, dia baru tahu kalau korban dari pelaku di wilayahnya tidak dia saja. Total ada 9 korban lain mengaku ditipu orang yang sama. Besaran uang yang disetor juga variatif. Mulai dari Rp47 juta hingga ratusan juta.
”Saya harap polisi bisa membantu kami memproses kasus ini. Kami tidak ingin ada korban-korban lainnya,” harapnya.